Senin, 23 Mei 2011
Minggu, 15 Mei 2011
Kamis, 05 Mei 2011
Anakku
jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
dan jika anak dibesarkan dengan kasih sayang,
ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
(Renungan kalbu)
jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
dan jika anak dibesarkan dengan kasih sayang,
ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
(Renungan kalbu)
Rabu, 20 April 2011
Surat KARTINI diragukaN????
Surat-Surat RA Kartini Diragukan
Ada kalangan yang meragukan kebenaran surat-surat Kartini. Ada dugaan J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan saat itu, merekayasa surat-surat Kartini. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda.
Abendanon termasuk yang berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar naskah asli surat tak diketahui keberadaannya. Menurut almarhumah Sulastin Sutrisno, jejak keturunan J.H. Abendanon pun sukar untuk dilacak Pemerintah Belanda. Demikian tulis Wikipedia.
Penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar juga agak diperdebatkan. Pihak yang tidak begitu menyetujui, mengusulkan agar tidak hanya merayakan Hari Kartini saja, namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya, karena masih ada pahlawan wanita lain yang tidak kalah hebat dengan Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya. Pihak yang pro mengatakan bahwa Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja, melainkan adalah tokoh nasional; artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah melingkupi perjuangan nasional.
Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).
Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.
Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. “…Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu…” Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.
Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup. Kartini sangat mencintai sang ayah, namun ternyata cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.
Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.
Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. “…Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin…” Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi KarTini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
Saat menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku. [*] BM/DPT
Ditulis tanggal:21/04/2010 Oleh RINIZAH
SOURCE:http://www.dapunta.com/surat-surat-ra-kartini-diragukan/524.html
Ada kalangan yang meragukan kebenaran surat-surat Kartini. Ada dugaan J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan saat itu, merekayasa surat-surat Kartini. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda.
Abendanon termasuk yang berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar naskah asli surat tak diketahui keberadaannya. Menurut almarhumah Sulastin Sutrisno, jejak keturunan J.H. Abendanon pun sukar untuk dilacak Pemerintah Belanda. Demikian tulis Wikipedia.
Penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar juga agak diperdebatkan. Pihak yang tidak begitu menyetujui, mengusulkan agar tidak hanya merayakan Hari Kartini saja, namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya, karena masih ada pahlawan wanita lain yang tidak kalah hebat dengan Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya. Pihak yang pro mengatakan bahwa Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja, melainkan adalah tokoh nasional; artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah melingkupi perjuangan nasional.
Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).
Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.
Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. “…Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu…” Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.
Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup. Kartini sangat mencintai sang ayah, namun ternyata cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.
Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.
Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. “…Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin…” Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi KarTini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
Saat menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku. [*] BM/DPT
Ditulis tanggal:21/04/2010 Oleh RINIZAH
SOURCE:http://www.dapunta.com/surat-surat-ra-kartini-diragukan/524.html
RA KARTINI (1879-1904)
Raden Ajeng Kartini (1879-1904)
Ditulis tanggal:21/04/2010 di Sejarah
Pejuang Kemajuan Wanita
Door Duistermis tox Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang, itulah judul buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal. Surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya.
Buku itu menjadi pedorong semangat para wanita Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. Perjuangan Kartini tidaklah hanya tertulis di atas kertas tapi dibuktikan dengan mendirikan sekolah gratis untuk anak gadis di Jepara dan Rembang.
Upaya dari puteri seorang Bupati Jepara ini telah membuka penglihatan kaumnya di berbagai daerah lainnya. Sejak itu sekolah-sekolah wanita lahir dan bertumbuh di berbagai pelosok negeri. Wanita Indonesia pun telah lahir menjadi manusia seutuhnya.
Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.
Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu.
Pada saat itu, Raden Ajeng Kartini yang lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879, ini sebenarnya sangat menginginkan bisa memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, namun sebagaimana kebiasaan saat itu dia pun tidak diizinkan oleh orang tuanya.
Dia hanya sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat sekolah dasar. Setamat E.L.S, Kartini pun dipingit sebagaimana kebiasaan atau adat-istiadat yang berlaku di tempat kelahirannya dimana setelah seorang wanita menamatkan sekolah di tingkat sekolah dasar, gadis tersebut harus menjalani masa pingitan sampai tiba saatnya untuk menikah.
Merasakan hambatan demikian, Kartini remaja yang banyak bergaul dengan orang-orang terpelajar serta gemar membaca buku khususnya buku-buku mengenai kemajuan wanita seperti karya-karya Multatuli “Max Havelaar” dan karya tokoh-tokoh pejuang wanita di Eropa, mulai menyadari betapa tertinggalnya wanita sebangsanya bila dibandingkan dengan wanita bangsa lain terutama wanita Eropa.
Dia merasakan sendiri bagaimana ia hanya diperbolehkan sekolah sampai tingkat sekolah dasar saja padahal dirinya adalah anak seorang Bupati. Hatinya merasa sedih melihat kaumnya dari anak keluarga biasa yang tidak pernah disekolahkan sama sekali.
Sejak saat itu, dia pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan wanita bangsanya, Indonesia. Dan langkah untuk memajukan itu menurutnya bisa dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Semuanya itu diberikannya tanpa memungut bayaran alias cuma-cuma.
Bahkan demi cita-cita mulianya itu, dia sendiri berencana mengikuti Sekolah Guru di Negeri Belanda dengan maksud agar dirinya bisa menjadi seorang pendidik yang lebih baik. Beasiswa dari Pemerintah Belanda pun telah berhasil diperolehnya, namun keinginan tersebut kembali tidak tercapai karena larangan orangtuanya. Guna mencegah kepergiannya tersebut, orangtuanya pun memaksanya menikah pada saat itu dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang.
Berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan sekalipun. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang di samping sekolah di Jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah. Apa yang dilakukannya dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.
Sepanjang hidupnya, Kartini sangat senang berteman. Dia mempunyai banyak teman baik di dalam negeri maupun di Eropa khususnya dari negeri Belanda, bangsa yang sedang menjajah Indonesia saat itu. Kepada para sahabatnya, dia sering mencurahkan isi hatinya tentang keinginannya memajukan wanita negerinya. Kepada teman-temannya yang orang Belanda dia sering menulis surat yang mengungkapkan cita-citanya tersebut, tentang adanya persamaan hak kaum wanita dan pria.
Setelah meninggalnya Kartini, surat-surat tersebut kemudian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang dalam bahasa Belanda berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Apa yang terdapat dalam buku itu sangat berpengaruh besar dalam mendorong kemajuan wanita Indonesia karena isi tulisan tersebut telah menjadi sumber motivasi perjuangan bagi kaum wanita Indonesia di kemudian hari.
Apa yang sudah dilakukan RA Kartini sangatlah besar pengaruhnya kepada kebangkitan bangsa ini. Mungkin akan lebih besar dan lebih banyak lagi yang akan dilakukannya seandainya Allah memberikan usia yang panjang kepadanya. Namun Allah menghendaki lain, ia meninggal dunia di usia muda, usia 25 tahun, yakni pada tanggal 17 September 1904, ketika melahirkan putra pertamanya.
Mengingat besarnya jasa Kartini pada bangsa ini maka atas nama negara, pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.
Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya. Namun yang lebih ekstrim mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat daripada RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya.
Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional.
Sekalipun Sumpah Pemuda belum dicetuskan waktu itu, tapi pikiran-pikirannya tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau tanah Jawa saja. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.
Terlepas dari pro kontra tersebut, dalam sejarah bangsa ini kita banyak mengenal nama-nama pahlawan wanita kita seperti Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya.
Mereka berjuang di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang berbeda. Ada yang berjuang di Aceh, Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Ada yang berjuang pada zaman penjajahan Belanda, pada zaman penjajahan Jepang, atau setelah kemerdekaan. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada yang melalui organisasi maupun cara lainnya. Mereka semua adalah pejuang-pejuang bangsa, pahlawan-pahlawan bangsa yang patut kita hormati dan teladani.
Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad, dan perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi.
Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini kaum wanita di negeri ini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut. Perjuangan memang belum berakhir, di era globalisasi ini masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan.
Itu semua adalah sisa-sisa dari kebiasaan lama yang oleh sebagian orang baik oleh pria yang tidak rela melepaskan sifat otoriternya maupun oleh sebagian wanita itu sendiri yang belum berani melawan kebiasaan lama. Namun kesadaran telah lama ditanamkan kartini, sekarang adalah masa pembinaan. [*]TokohIndonesia/DPT
***
Biografi
Nama: Raden Ajeng Kartini
Lahir: Jepara, Jawa Tengah, tanggal 21 April 1879
Meninggal: Tanggal 17 September 1904, (sewaktu melahirkan putra pertamanya)
Suami: Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang
Pendidikan: E.L.S. (Europese Lagere School), setingkat sekolah dasar
Prestasi:
- Mendirikan sekolah untuk wanita di Jepara
- Mendirikan sekolah untuk wanita di Rembang
Kumpulan surat-surat:
- Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang).
Penghormatan:
- Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional
- Hari Kelahirannya tanggal 21 April ditetapkan sebagai hari besar
Sumber:
- Album Pahlawan Bangsa Cetakan ke 18, penerbit PT Mutiara Sumber Widya
- Wajah-Wajah Nasional cetakan pertama. Karangan: Solichin Salam
SOURCE: http://www.dapunta.com/raden-ajeng-kartini-1879-1904/516.html
Ditulis tanggal:21/04/2010 di Sejarah
Pejuang Kemajuan Wanita
Door Duistermis tox Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang, itulah judul buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal. Surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya.
Buku itu menjadi pedorong semangat para wanita Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. Perjuangan Kartini tidaklah hanya tertulis di atas kertas tapi dibuktikan dengan mendirikan sekolah gratis untuk anak gadis di Jepara dan Rembang.
Upaya dari puteri seorang Bupati Jepara ini telah membuka penglihatan kaumnya di berbagai daerah lainnya. Sejak itu sekolah-sekolah wanita lahir dan bertumbuh di berbagai pelosok negeri. Wanita Indonesia pun telah lahir menjadi manusia seutuhnya.
Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.
Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu.
Pada saat itu, Raden Ajeng Kartini yang lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879, ini sebenarnya sangat menginginkan bisa memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, namun sebagaimana kebiasaan saat itu dia pun tidak diizinkan oleh orang tuanya.
Dia hanya sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat sekolah dasar. Setamat E.L.S, Kartini pun dipingit sebagaimana kebiasaan atau adat-istiadat yang berlaku di tempat kelahirannya dimana setelah seorang wanita menamatkan sekolah di tingkat sekolah dasar, gadis tersebut harus menjalani masa pingitan sampai tiba saatnya untuk menikah.
Merasakan hambatan demikian, Kartini remaja yang banyak bergaul dengan orang-orang terpelajar serta gemar membaca buku khususnya buku-buku mengenai kemajuan wanita seperti karya-karya Multatuli “Max Havelaar” dan karya tokoh-tokoh pejuang wanita di Eropa, mulai menyadari betapa tertinggalnya wanita sebangsanya bila dibandingkan dengan wanita bangsa lain terutama wanita Eropa.
Dia merasakan sendiri bagaimana ia hanya diperbolehkan sekolah sampai tingkat sekolah dasar saja padahal dirinya adalah anak seorang Bupati. Hatinya merasa sedih melihat kaumnya dari anak keluarga biasa yang tidak pernah disekolahkan sama sekali.
Sejak saat itu, dia pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan wanita bangsanya, Indonesia. Dan langkah untuk memajukan itu menurutnya bisa dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Semuanya itu diberikannya tanpa memungut bayaran alias cuma-cuma.
Bahkan demi cita-cita mulianya itu, dia sendiri berencana mengikuti Sekolah Guru di Negeri Belanda dengan maksud agar dirinya bisa menjadi seorang pendidik yang lebih baik. Beasiswa dari Pemerintah Belanda pun telah berhasil diperolehnya, namun keinginan tersebut kembali tidak tercapai karena larangan orangtuanya. Guna mencegah kepergiannya tersebut, orangtuanya pun memaksanya menikah pada saat itu dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang.
Berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan sekalipun. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang di samping sekolah di Jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah. Apa yang dilakukannya dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.
Sepanjang hidupnya, Kartini sangat senang berteman. Dia mempunyai banyak teman baik di dalam negeri maupun di Eropa khususnya dari negeri Belanda, bangsa yang sedang menjajah Indonesia saat itu. Kepada para sahabatnya, dia sering mencurahkan isi hatinya tentang keinginannya memajukan wanita negerinya. Kepada teman-temannya yang orang Belanda dia sering menulis surat yang mengungkapkan cita-citanya tersebut, tentang adanya persamaan hak kaum wanita dan pria.
Setelah meninggalnya Kartini, surat-surat tersebut kemudian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang dalam bahasa Belanda berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Apa yang terdapat dalam buku itu sangat berpengaruh besar dalam mendorong kemajuan wanita Indonesia karena isi tulisan tersebut telah menjadi sumber motivasi perjuangan bagi kaum wanita Indonesia di kemudian hari.
Apa yang sudah dilakukan RA Kartini sangatlah besar pengaruhnya kepada kebangkitan bangsa ini. Mungkin akan lebih besar dan lebih banyak lagi yang akan dilakukannya seandainya Allah memberikan usia yang panjang kepadanya. Namun Allah menghendaki lain, ia meninggal dunia di usia muda, usia 25 tahun, yakni pada tanggal 17 September 1904, ketika melahirkan putra pertamanya.
Mengingat besarnya jasa Kartini pada bangsa ini maka atas nama negara, pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.
Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya. Namun yang lebih ekstrim mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat daripada RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya.
Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional.
Sekalipun Sumpah Pemuda belum dicetuskan waktu itu, tapi pikiran-pikirannya tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau tanah Jawa saja. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.
Terlepas dari pro kontra tersebut, dalam sejarah bangsa ini kita banyak mengenal nama-nama pahlawan wanita kita seperti Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya.
Mereka berjuang di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang berbeda. Ada yang berjuang di Aceh, Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Ada yang berjuang pada zaman penjajahan Belanda, pada zaman penjajahan Jepang, atau setelah kemerdekaan. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada yang melalui organisasi maupun cara lainnya. Mereka semua adalah pejuang-pejuang bangsa, pahlawan-pahlawan bangsa yang patut kita hormati dan teladani.
Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad, dan perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi.
Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini kaum wanita di negeri ini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut. Perjuangan memang belum berakhir, di era globalisasi ini masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan.
Itu semua adalah sisa-sisa dari kebiasaan lama yang oleh sebagian orang baik oleh pria yang tidak rela melepaskan sifat otoriternya maupun oleh sebagian wanita itu sendiri yang belum berani melawan kebiasaan lama. Namun kesadaran telah lama ditanamkan kartini, sekarang adalah masa pembinaan. [*]TokohIndonesia/DPT
***
Biografi
Nama: Raden Ajeng Kartini
Lahir: Jepara, Jawa Tengah, tanggal 21 April 1879
Meninggal: Tanggal 17 September 1904, (sewaktu melahirkan putra pertamanya)
Suami: Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang
Pendidikan: E.L.S. (Europese Lagere School), setingkat sekolah dasar
Prestasi:
- Mendirikan sekolah untuk wanita di Jepara
- Mendirikan sekolah untuk wanita di Rembang
Kumpulan surat-surat:
- Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang).
Penghormatan:
- Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional
- Hari Kelahirannya tanggal 21 April ditetapkan sebagai hari besar
Sumber:
- Album Pahlawan Bangsa Cetakan ke 18, penerbit PT Mutiara Sumber Widya
- Wajah-Wajah Nasional cetakan pertama. Karangan: Solichin Salam
SOURCE: http://www.dapunta.com/raden-ajeng-kartini-1879-1904/516.html
Selasa, 19 April 2011
Sosialisasi RPJMN 2010-2014 Wil. Jawa-Bali
Dokumen - RPJM Nasional 2010-2014
Senin, 19 April 2010 18:44
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025, proses pencapaian visi dan misi nasional dilakukan melalui pentahapan lima tahunan. Dalam proses tersebut, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ini adalah tahapan kedua dengan penekanan prioritas pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi, serta penguatan daya saing perekonomian. Dokumen ini telah ditetapkan pemerintah dengan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010.
Visi Indonesia tahun 2014 adalah “TERWUJUDNYA INDONESIA YANG SEJAHTERA, DEMOKRATIS, DAN BERKEADILAN.” Upaya mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat akan dilakukan melalui pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya saing, kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan budaya bangsa.
Untuk mewujudkannya, penguatan triple track strategy (pro growth, pro job, and pro poor) akan dilanjutkan disertai pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Sementara itu, perwujudan Indonesia yang demokratis akan tercermin dari terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang demokratis, berbudaya, bermartabat, dan menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab serta hak asasi manusia.
Upaya yang akan dilakukan adalah memantapkan konsolidasi demokrasi. Visi terakhir Indonesia yang berkeadilan mengangankan terwujudnya pembangunan yang adil dan merata, yang dilakukan oleh seluruh masyarakat secara aktif, yang hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia. Pencapaian visi ini akan dilakukan dengan memperkuat penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, serta pengurangan kesenjangan.
RPJMN 2010-2014 disusun dalam 3 (tiga) buku. Buku I (pertama) memuat visi, misi, sasaran, kerangka makro dan prioritas nasional. Buku II (kedua) menguraikan strategi pembangunan pada 9 (sembilan) bidang pembangunan serta isu-isu lintas bidang. Kesembilan bidang tersebut adalah :
1. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama;
2. Ekonomi;
3. Iptek;
4. Sarana dan Prasarana;
5. Politik;
6. Pertahanan dan Keamanan;
7. Hukum dan Aparatur;
8. Wilayah dan Tata Ruang; serta
9. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Buku III (ketiga) memuat isu-isu strategis dan strategi pengembangan wilayah yang pembahasannya diorganisasikan dalam 7 (tujuh) wilayah kepulauan: Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Penyusunan RPJMN 2010-2014 dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, penyusunannya difokuskan pada prioritas-prioritas nasional. Dalam RPJMN 2010-2014 kerangka visi di atas dioperasionalkan dalam pelaksanaan 11 (sebelas) prioritas nasional yang meliputi:
1. reformasi birokrasi dan tata kelola;
2. pendidikan;
3. kesehatan;
4. penanggulangan kemiskinan;
5. ketahanan pangan;
6. infrastruktur;
7. iklim investasi dan usaha;
8. energi;
9. lingkungan hidup dan bencana;
10. daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik; serta
11. kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi.
Di samping itu, upaya pencapaian visi nasional juga akan didukung oleh prioritas lainnya di 3 (tiga) bidang: politik, hukum dan keamanan (polhukam), perekonomian, serta kesejahteraan rakyat.
Kedua, penyusunan rencana kerja yang implementatif. Dalam hal ini, yang dimaksud implementatif adalah strategi dan program-program disusun dengan memperhatikan sumber daya yang tersedia (resource envelope), disertai indikator capaian yang terukur, jelas penanggungjawabnya, dan jelas pula biaya yang diperlukan untuk melaksanakannya. Setiap program harus jelas kaitannya dengan sasaran-sasaran utama.
Melalui penetapan Perpres No. 5/2010 tentang RPJMN 2010-2014, Bappenas melakukan rangkaian kegiatan Sosialisasi RPJMN 2010-2014 kepada daerah. Kegiatan sosialisasi dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dengan membagi dalam 6 (enam) wilayah sosialisasi yaitu Sumatera Bagian Utara, Sumatera Bagian Selatan, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, serta Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Sosialisasi RPJMN 2010-2014 wilayah Jawa-Bali diselenggarakan di Kota Denpasar pada tanggal 16 April 2010. Acara Sosialisasi RPJMN 2010-2014 dihadiri oleh para pemangku kebijakan, baik dari tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di wilayah Jawa-Bali, yang meliputi Provinsi Bali, Jawa Timur, Di Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten.
Dalam acara Sosialisasi RPJMN 2010-2014 Wilayah Jawa-Bali tersebut, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, mewakili Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, juga memaparkan mengenai arah pengembangan wilayah Jawa-Bali sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2010-2014. Dalam RPJMN 2010-2014, wilayah Jawa-Bali memiliki beberapa isu strategis, yakni:
1. ketimpangan pembangunan intrawilayah antara bagian utara dan selatan;
2. menjaga momentum pertumbuhan Jawa dan Bali;
3. belum optimalnya nilai tambah dari aktivitas perdagangan internasional;
4. semakin meningkatnya peran sektor sekunder dan tersier dalam perekonomian wilayah;
5. terancamnya fungsi Jawa dan bali sebagai lumbung pangan nasional, baik karena konversi lahan sawah maupun karena krisis sumber daya air;
6. tingginya kepadatan dan konsentrasi penduduk wilayah Jabodetabek;
7. tingginya tingkat pengangguran di pusat-pusat kegiatan ekonomi;
8. tingginya tingkat kemiskinan di perdesaan; (9) menurunnya daya dukung lingkungan;
9. tingginya kasus tindak pidana korupsi; (11) tingginya ancaman terorisme pada obyek vital;
10. rendahnya daya saing sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan global; serta
11. besarnya dampak bencana alam terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Dengan memperhatikan isu-isu strategis tersebut serta permasalahan spesifik di setiap wilayah, maka arah pengembangan wilayah Jawa-Bali dalam kurun 2010-2014 adalah:
1. percepatan pembangunan perdesaan;
2. penguatan keterkaitan antara perdesaan dan perkotaan;
3. percepatan pembangunan wilayah selatan Jawa;
4. peningkatan produktivitas kegiatan ekonomi dan investasi;
5. pemantapan transformasi struktur ekonomi;
6. peningkatan surplus perdagangan internasional;
7. pengembangan industri unggulan potensial;
8. pengembangan jasa pariwisata dan perdagangan;
9. mempertahankan fungsi Jawa-Bali sebagai lumbung pangan nasional;
10. pengendalian pertumbuhan dan distribusi penduduk;
11. pengurangan tingkat pengangguran;
12. pengurangan tingkat kemiskinan;
13. pemeliharaan dan pemulihan fungsi kawasan lindung;
14. pemeliharaan dan pemulihan sumber daya air;
15. penanganan ancaman bencana banjir dan longsor;
16. peningkatan pemberantasan korupsi;
17. meminimalkan ancaman terorisme;
18. peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk mendukung sektor sekunder dan tersier;
19. peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM); serta
20. meminimalkan dampak kerugian akibat bencana alam.
Selain itu, dalam paparannya, Menteri PPN/Kepala Bappenas, yang diwakili oleh Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, menegaskan bahwa dokumen RPJMN 2010-2014 hendaknya dapat dijadikan pegangan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan dalam lima tahun ke depan baik di pusat maupun di daerah yaitu menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian dan Lembaga serta penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Sumber: www.bappenas.go.id | 13 April 2010
Senin, 19 April 2010 18:44
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025, proses pencapaian visi dan misi nasional dilakukan melalui pentahapan lima tahunan. Dalam proses tersebut, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ini adalah tahapan kedua dengan penekanan prioritas pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi, serta penguatan daya saing perekonomian. Dokumen ini telah ditetapkan pemerintah dengan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010.
Visi Indonesia tahun 2014 adalah “TERWUJUDNYA INDONESIA YANG SEJAHTERA, DEMOKRATIS, DAN BERKEADILAN.” Upaya mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat akan dilakukan melalui pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya saing, kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan budaya bangsa.
Untuk mewujudkannya, penguatan triple track strategy (pro growth, pro job, and pro poor) akan dilanjutkan disertai pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Sementara itu, perwujudan Indonesia yang demokratis akan tercermin dari terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang demokratis, berbudaya, bermartabat, dan menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab serta hak asasi manusia.
Upaya yang akan dilakukan adalah memantapkan konsolidasi demokrasi. Visi terakhir Indonesia yang berkeadilan mengangankan terwujudnya pembangunan yang adil dan merata, yang dilakukan oleh seluruh masyarakat secara aktif, yang hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia. Pencapaian visi ini akan dilakukan dengan memperkuat penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, serta pengurangan kesenjangan.
RPJMN 2010-2014 disusun dalam 3 (tiga) buku. Buku I (pertama) memuat visi, misi, sasaran, kerangka makro dan prioritas nasional. Buku II (kedua) menguraikan strategi pembangunan pada 9 (sembilan) bidang pembangunan serta isu-isu lintas bidang. Kesembilan bidang tersebut adalah :
1. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama;
2. Ekonomi;
3. Iptek;
4. Sarana dan Prasarana;
5. Politik;
6. Pertahanan dan Keamanan;
7. Hukum dan Aparatur;
8. Wilayah dan Tata Ruang; serta
9. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Buku III (ketiga) memuat isu-isu strategis dan strategi pengembangan wilayah yang pembahasannya diorganisasikan dalam 7 (tujuh) wilayah kepulauan: Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Penyusunan RPJMN 2010-2014 dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, penyusunannya difokuskan pada prioritas-prioritas nasional. Dalam RPJMN 2010-2014 kerangka visi di atas dioperasionalkan dalam pelaksanaan 11 (sebelas) prioritas nasional yang meliputi:
1. reformasi birokrasi dan tata kelola;
2. pendidikan;
3. kesehatan;
4. penanggulangan kemiskinan;
5. ketahanan pangan;
6. infrastruktur;
7. iklim investasi dan usaha;
8. energi;
9. lingkungan hidup dan bencana;
10. daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik; serta
11. kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi.
Di samping itu, upaya pencapaian visi nasional juga akan didukung oleh prioritas lainnya di 3 (tiga) bidang: politik, hukum dan keamanan (polhukam), perekonomian, serta kesejahteraan rakyat.
Kedua, penyusunan rencana kerja yang implementatif. Dalam hal ini, yang dimaksud implementatif adalah strategi dan program-program disusun dengan memperhatikan sumber daya yang tersedia (resource envelope), disertai indikator capaian yang terukur, jelas penanggungjawabnya, dan jelas pula biaya yang diperlukan untuk melaksanakannya. Setiap program harus jelas kaitannya dengan sasaran-sasaran utama.
Melalui penetapan Perpres No. 5/2010 tentang RPJMN 2010-2014, Bappenas melakukan rangkaian kegiatan Sosialisasi RPJMN 2010-2014 kepada daerah. Kegiatan sosialisasi dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dengan membagi dalam 6 (enam) wilayah sosialisasi yaitu Sumatera Bagian Utara, Sumatera Bagian Selatan, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, serta Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Sosialisasi RPJMN 2010-2014 wilayah Jawa-Bali diselenggarakan di Kota Denpasar pada tanggal 16 April 2010. Acara Sosialisasi RPJMN 2010-2014 dihadiri oleh para pemangku kebijakan, baik dari tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di wilayah Jawa-Bali, yang meliputi Provinsi Bali, Jawa Timur, Di Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten.
Dalam acara Sosialisasi RPJMN 2010-2014 Wilayah Jawa-Bali tersebut, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, mewakili Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, juga memaparkan mengenai arah pengembangan wilayah Jawa-Bali sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2010-2014. Dalam RPJMN 2010-2014, wilayah Jawa-Bali memiliki beberapa isu strategis, yakni:
1. ketimpangan pembangunan intrawilayah antara bagian utara dan selatan;
2. menjaga momentum pertumbuhan Jawa dan Bali;
3. belum optimalnya nilai tambah dari aktivitas perdagangan internasional;
4. semakin meningkatnya peran sektor sekunder dan tersier dalam perekonomian wilayah;
5. terancamnya fungsi Jawa dan bali sebagai lumbung pangan nasional, baik karena konversi lahan sawah maupun karena krisis sumber daya air;
6. tingginya kepadatan dan konsentrasi penduduk wilayah Jabodetabek;
7. tingginya tingkat pengangguran di pusat-pusat kegiatan ekonomi;
8. tingginya tingkat kemiskinan di perdesaan; (9) menurunnya daya dukung lingkungan;
9. tingginya kasus tindak pidana korupsi; (11) tingginya ancaman terorisme pada obyek vital;
10. rendahnya daya saing sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan global; serta
11. besarnya dampak bencana alam terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Dengan memperhatikan isu-isu strategis tersebut serta permasalahan spesifik di setiap wilayah, maka arah pengembangan wilayah Jawa-Bali dalam kurun 2010-2014 adalah:
1. percepatan pembangunan perdesaan;
2. penguatan keterkaitan antara perdesaan dan perkotaan;
3. percepatan pembangunan wilayah selatan Jawa;
4. peningkatan produktivitas kegiatan ekonomi dan investasi;
5. pemantapan transformasi struktur ekonomi;
6. peningkatan surplus perdagangan internasional;
7. pengembangan industri unggulan potensial;
8. pengembangan jasa pariwisata dan perdagangan;
9. mempertahankan fungsi Jawa-Bali sebagai lumbung pangan nasional;
10. pengendalian pertumbuhan dan distribusi penduduk;
11. pengurangan tingkat pengangguran;
12. pengurangan tingkat kemiskinan;
13. pemeliharaan dan pemulihan fungsi kawasan lindung;
14. pemeliharaan dan pemulihan sumber daya air;
15. penanganan ancaman bencana banjir dan longsor;
16. peningkatan pemberantasan korupsi;
17. meminimalkan ancaman terorisme;
18. peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk mendukung sektor sekunder dan tersier;
19. peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM); serta
20. meminimalkan dampak kerugian akibat bencana alam.
Selain itu, dalam paparannya, Menteri PPN/Kepala Bappenas, yang diwakili oleh Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, menegaskan bahwa dokumen RPJMN 2010-2014 hendaknya dapat dijadikan pegangan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan dalam lima tahun ke depan baik di pusat maupun di daerah yaitu menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian dan Lembaga serta penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Sumber: www.bappenas.go.id | 13 April 2010
11 RKP 2011
Pemerintah tetapkan sebelas rencana program kerja 2011
________________________________________
JAKARTA. Pemerintah menetapkan sebelas rencana kerja 2011. Prioritas pembangunan itu merupakan bagian dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2011 yang harus tercapai tahun 2011 mendatang.
SBY mengatakan, sebelas prioritas pembangunan 2011 itu merupakan pelaksanaan program yang pro growth ,pro job, pro poor dan pro environment. Diantaranya, Pertama, reformasi birokrasi dan tata kelola. “Saya ingin semuanya bergerak melakukan reformasi. Provinsi, kabupaten dan kota di samping jajaran pemerintah dan lembaga negara tingkat pusat,” ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam acara penyerahan DIPA 2011 di Istana Negara (28/12)
Kedua, peningkatan kualitas pendidikan.
Ketiga, peningkatan pelaksanaan upaya kesehatan dan peningkatan ketersediaan obat.
Keempat, penanggulangan kemiskinan.
Kelima, peningkatan ketahanan pangan.
Keenam, peningkatan infrastruktur dan peningkatan keselamatan, keamanan dan kualitas pelayanan transportasi yang memadai darat, laut, dan udara.
Ketujuh, pertumbuhan iklim investasi dan iklim usaha. Kedelapan, peningkatan rasio elektrifikasi dan pemanfaatan energi panas bumi. Kesembilan, penyeleng-garaan rehabilitasi dan reklamasi hutan dan terjaganya kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Kesepuluh, pengembangan kebijakan, koordinasi dan fasilitasi daerah tertinggal di kawasan perbatasan.
Kesebelas, peningkatan perhatian dan kesertaan pemerintah dalam program–program seni budaya.
Guna mendukung RKP Tahun 2011 mendatang, pemerntah telah memiliki APBN Tahun 2011. Menurut SBY, APBN 2011 adalah sumber daya untuk mencapai sasaran RKP 2011.
Source: kontan online
December 28, 2010 at 17:53
________________________________________
JAKARTA. Pemerintah menetapkan sebelas rencana kerja 2011. Prioritas pembangunan itu merupakan bagian dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2011 yang harus tercapai tahun 2011 mendatang.
SBY mengatakan, sebelas prioritas pembangunan 2011 itu merupakan pelaksanaan program yang pro growth ,pro job, pro poor dan pro environment. Diantaranya, Pertama, reformasi birokrasi dan tata kelola. “Saya ingin semuanya bergerak melakukan reformasi. Provinsi, kabupaten dan kota di samping jajaran pemerintah dan lembaga negara tingkat pusat,” ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam acara penyerahan DIPA 2011 di Istana Negara (28/12)
Kedua, peningkatan kualitas pendidikan.
Ketiga, peningkatan pelaksanaan upaya kesehatan dan peningkatan ketersediaan obat.
Keempat, penanggulangan kemiskinan.
Kelima, peningkatan ketahanan pangan.
Keenam, peningkatan infrastruktur dan peningkatan keselamatan, keamanan dan kualitas pelayanan transportasi yang memadai darat, laut, dan udara.
Ketujuh, pertumbuhan iklim investasi dan iklim usaha. Kedelapan, peningkatan rasio elektrifikasi dan pemanfaatan energi panas bumi. Kesembilan, penyeleng-garaan rehabilitasi dan reklamasi hutan dan terjaganya kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Kesepuluh, pengembangan kebijakan, koordinasi dan fasilitasi daerah tertinggal di kawasan perbatasan.
Kesebelas, peningkatan perhatian dan kesertaan pemerintah dalam program–program seni budaya.
Guna mendukung RKP Tahun 2011 mendatang, pemerntah telah memiliki APBN Tahun 2011. Menurut SBY, APBN 2011 adalah sumber daya untuk mencapai sasaran RKP 2011.
Source: kontan online
December 28, 2010 at 17:53
MDGs, Ambisius atau Realistis?
Peringatan Erna Witoelar, Duta Besar PBB untuk Millennium Development Goals di kawasan Asia Pasifik, bahwa Indonesia mengalami kemunduran dalam pencapaian MDGs (18/4/2007), perlu diartikan sebagai "lampu kuning".
Pertama, karena upaya mewujudkan Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 kini sudah setengah jalan. Kedua, akibat kemunduran itu, Indonesia sudah dilewati negara lain, seperti Vietnam.
MDGs merupakan penjabaran resolusi Majelis Umum Nomor 55/2 "Millennium Declaration" yang disepakati 8 September 2000 oleh para pemimpin dunia, termasuk Presiden Abdurrahman Wahid dari Indonesia..
MDGs mencerminkan isu-isu yang menjadi prioritas program pembangunan nasional. Di antara isu-isu prioritas itu adalah mengurangi 50 persen angka kemiskinan dan kelaparan, mengurangi dua pertiga angka kematian anak balita, memerangi penyakit seperti HIV dan malaria, serta memperbaiki lingkungan hidup.
Capaian MDGs
Meski dicanangkan tahun 2000, target MDGs diukur dari keadaan tahun 1990. Secara umum dapat dikatakan pelaksanaan MDGs memberi gambaran kontradiktif, menggembirakan sekaligus mencemaskan, pada tataran global, regional/subregional maupun nasional.
Secara umum dapat dikatakan, semua kawasan ada dalam posisi on track, meski kawasan Asia Timur dan Tenggara mengalami kemajuan lebih pesat dibanding kawasan lain, terutama Afrika Sub-Sahara yang amat lambat.
Berdasarkan United Nations MDGs Report 2006, pada tataran global, ada penurunan angka extreme poverty di negara berkembang dari 27,9 persen (1,2 miliar orang) menjadi 19,4 persen. Namun, pada tataran regional/subregional terlihat gambaran berbeda. Selama 1990-2002, Asia Timur dan Asia Tenggara-Oceania bahkan menunjukkan penurunan luar biasa (dari 33,0 persen menjadi 14,1 persen, dan dari 19,6 persen menjadi 7,6 persen) bahkan sudah melewati target yang ditetapkan.
Di Afrika Sub-Sahara angka kemiskinan hanya turun sedikit, tetapi masih amat tinggi, yaitu dari 44,6 persen menjadi 44,0 persen dari target 23 persen, sementara jumlah penduduk yang hidup dalam kemiskinan ekstrem bertambah 140 juta.
Di Indonesia, krisis 1997 menjadi titik balik. Saat itu hampir di semua target mengalami kemunduran. Dalam Indonesia Progress Report on MDGs 2005 yang disampaikan Bappenas tercatat, penduduk miskin tahun 1990 berjumlah 15,1 persen dan cenderung menurun pada tahun-tahun berikut, justru meningkat tahun 1999 menjadi 23,4 persen.
Tahun 2004, angka ini ditekan menjadi 16,7 persen, tetapi masih tetap di atas angka tahun 1990. Selain itu, dalam laporan tripartit ESCAP-UNDP-ADB MDGs: Progress in Asia and the Pacific 2006, Indonesia dinilai memiliki rapor "merah" dalam target-target seperti tingkat kemiskinan, pendidikan dasar, dan pengelolaan lingkungan.
"Practicable", "achievable"
Meski diakui sebagai komprehensif, dari awal disadari, MDGs belum tentu realistis (practicable) untuk semua negara, terutama di Afrika. Menurut Michael Clemens dan Todd Moss dari Center for Global Development (CGD), banyak negara miskin tidak akan dapat mencapai MDGs bukan karena tidak berbuat apa-apa (inaction) atau tidak ada bantuan (aid). Kegagalan itu lebih disebabkan MDGs sendiri dinilai terlalu ambisius dan terlalu berlebihan ekspektasi terhadap aid yang justru amat berisiko.
Untuk mengurangi setengah kemiskinan, ekonomi Afrika harus tumbuh sekitar 7 persen per tahun dalam kurun 2000-2015. Menurut data CGD tahun 2004, hanya tujuh dari 153 negara yang telah mencapai hal ini dalam kurun waktu 15 tahun
http://www.targetmdgs.org.
selasa, 23/9/08
Pertama, karena upaya mewujudkan Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 kini sudah setengah jalan. Kedua, akibat kemunduran itu, Indonesia sudah dilewati negara lain, seperti Vietnam.
MDGs merupakan penjabaran resolusi Majelis Umum Nomor 55/2 "Millennium Declaration" yang disepakati 8 September 2000 oleh para pemimpin dunia, termasuk Presiden Abdurrahman Wahid dari Indonesia..
MDGs mencerminkan isu-isu yang menjadi prioritas program pembangunan nasional. Di antara isu-isu prioritas itu adalah mengurangi 50 persen angka kemiskinan dan kelaparan, mengurangi dua pertiga angka kematian anak balita, memerangi penyakit seperti HIV dan malaria, serta memperbaiki lingkungan hidup.
Capaian MDGs
Meski dicanangkan tahun 2000, target MDGs diukur dari keadaan tahun 1990. Secara umum dapat dikatakan pelaksanaan MDGs memberi gambaran kontradiktif, menggembirakan sekaligus mencemaskan, pada tataran global, regional/subregional maupun nasional.
Secara umum dapat dikatakan, semua kawasan ada dalam posisi on track, meski kawasan Asia Timur dan Tenggara mengalami kemajuan lebih pesat dibanding kawasan lain, terutama Afrika Sub-Sahara yang amat lambat.
Berdasarkan United Nations MDGs Report 2006, pada tataran global, ada penurunan angka extreme poverty di negara berkembang dari 27,9 persen (1,2 miliar orang) menjadi 19,4 persen. Namun, pada tataran regional/subregional terlihat gambaran berbeda. Selama 1990-2002, Asia Timur dan Asia Tenggara-Oceania bahkan menunjukkan penurunan luar biasa (dari 33,0 persen menjadi 14,1 persen, dan dari 19,6 persen menjadi 7,6 persen) bahkan sudah melewati target yang ditetapkan.
Di Afrika Sub-Sahara angka kemiskinan hanya turun sedikit, tetapi masih amat tinggi, yaitu dari 44,6 persen menjadi 44,0 persen dari target 23 persen, sementara jumlah penduduk yang hidup dalam kemiskinan ekstrem bertambah 140 juta.
Di Indonesia, krisis 1997 menjadi titik balik. Saat itu hampir di semua target mengalami kemunduran. Dalam Indonesia Progress Report on MDGs 2005 yang disampaikan Bappenas tercatat, penduduk miskin tahun 1990 berjumlah 15,1 persen dan cenderung menurun pada tahun-tahun berikut, justru meningkat tahun 1999 menjadi 23,4 persen.
Tahun 2004, angka ini ditekan menjadi 16,7 persen, tetapi masih tetap di atas angka tahun 1990. Selain itu, dalam laporan tripartit ESCAP-UNDP-ADB MDGs: Progress in Asia and the Pacific 2006, Indonesia dinilai memiliki rapor "merah" dalam target-target seperti tingkat kemiskinan, pendidikan dasar, dan pengelolaan lingkungan.
"Practicable", "achievable"
Meski diakui sebagai komprehensif, dari awal disadari, MDGs belum tentu realistis (practicable) untuk semua negara, terutama di Afrika. Menurut Michael Clemens dan Todd Moss dari Center for Global Development (CGD), banyak negara miskin tidak akan dapat mencapai MDGs bukan karena tidak berbuat apa-apa (inaction) atau tidak ada bantuan (aid). Kegagalan itu lebih disebabkan MDGs sendiri dinilai terlalu ambisius dan terlalu berlebihan ekspektasi terhadap aid yang justru amat berisiko.
Untuk mengurangi setengah kemiskinan, ekonomi Afrika harus tumbuh sekitar 7 persen per tahun dalam kurun 2000-2015. Menurut data CGD tahun 2004, hanya tujuh dari 153 negara yang telah mencapai hal ini dalam kurun waktu 15 tahun
http://www.targetmdgs.org.
selasa, 23/9/08
paraji
Turun-temurun Membantu Persalinan
EVY RACHMAWATI
Suasana di Kampung Cipageran, Desa Cikondang, sekitar 80 kilometer arah selatan dari pusat kota Kabupaten Garut, Jawa Barat, tampak lengang. Debu beterbangan saat kendaraan bermotor melintasi jalan tanah yang membelah perkampungan cukup terpencil di daerah perbukitan itu.
Dari pintu belakang sebuah rumah berdinding bilik anyaman bambu di kampung itu, seorang perempuan berjalan tertatih-tatih menuju dapur dan merapikan peralatan masak yang terletak di dekat tungku. Tangan kanannya tampak mengempit sebatang rokok linting.
Tubuh kurusnya siang itu dibalut kebaya dan kain panjang yang telah memudar warnanya. Setelah membuang puntung rokok, perempuan yang akrab dipanggil Mak A’ah (60-an) tersebut menuju ruang utama bangunan yang dihuni bersama suami dan anaknya. Di ruangan itu hanya ada sejumlah perabot tua.
Ketika seorang perempuan yang tengah berbadan dua mendatangi rumahnya untuk dipijat, Mak A’ah bergegas mengambil selembar kerudung dan mengenakannya. Perempuan tersebut lalu menghamparkan selembar tikar di ruangan beralas papan itu. Sedikit minyak sayur dituangkan di atas piring kecil.
Sang tamu bernama Sinta (18) tersebut segera merebahkan diri di atas tikar. Kausnya dibuka sebagian sehingga terlihat perutnya yang buncit. Setelah diolesi minyak, bagian bawah perut perempuan berkulit kuning langsat itu mulai diurut. ”Usia kandungannya tiga bulan. Perkiraan saya ini biasanya sama dengan hasil pemeriksaan bidan,” ujar Mak A’ah yang berprofesi sebagai dukun bayi atau paraji ini.
Diwariskan
Menjadi paraji merupakan peran yang dijalankan secara turun-temurun di kalangan masyarakat pedesaan. Miming Badriah (47), paraji di Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut, misalnya, mengaku mewarisi kemampuan sebagai dukun beranak tersebut dari mertuanya. Setelah sering mendampingi mertuanya membantu persalinan, ia mulai praktik sebagai paraji sejak tujuh tahun lalu.
Hal serupa juga dialami Mak A’ah yang telah membantu ratusan persalinan di sekitar tempat tinggalnya sejak puluhan tahun silam. Semula ia hanya mendampingi neneknya yang juga seorang paraji. Setiap kali ada perempuan yang meminta dipijat saat hamil atau ingin ditolong saat melahirkan, ia akan ikut menemani sang nenek berjalan kaki menuju rumah warga yang butuh pertolongan.
Lambat laun ibu dari 12 anak— empat di antaranya meninggal dunia—itu mulai memberanikan diri membantu persalinan. Pertama kali praktik ia membantu proses kelahiran cucunya sendiri hingga akhirnya dikenal sebagai paraji di daerah tersebut. Untuk melayani persalinan, ia kerap harus naik-turun bukit menuju rumah ibu hamil, termasuk pada malam hari.
Demi menjalankan perannya sebagai paraji, Mak A’ah mengaku rajin berpuasa. Ia juga meracik sendiri ramuan tradisional untuk ibu hamil dan pascamelahirkan dengan bahan baku dari tanaman asli yang banyak ditemukan di daerah perbukitan itu. Tujuannya adalah agar ibu yang baru melahirkan tersebut segera pulih tenaganya.
Meski usianya telah senja, ia bertekad tetap menjalankan perannya sebagai paraji selama masih mampu melayani persalinan. Nenek dari Mak A’ah sendiri sampai harus ditandu ke rumah warga untuk membantu persalinan lantaran sudah tidak kuat lagi berjalan jauh dan terus beraktivitas sebagai paraji hingga menutup mata.
Dibutuhkan
Di tengah keterbatasan jumlah bidan dan tenaga kesehatan lain, keberadaan paraji sangat dirasakan manfaatnya oleh warga di daerah terpencil. Di sejumlah kampung di Desa Cikondang, Garut, misalnya, hampir seluruh bayi dilahirkan dengan bantuan paraji.
Hampir di tiap kampung ada lebih dari satu paraji yang siap dipanggil ke rumah warga untuk memijat ibu hamil, membantu persalinan, sampai memimpin upacara adat menyambut kelahiran bayi. Peran penting itu membuat keberadaan mereka telah berkembang jadi tokoh adat setempat yang dihormati.
Padahal, jika dilihat dari sisi ekonomi, uang yang diperoleh sebagai paraji hanya berkisar Rp 40.000 hingga Rp 60.000 setiap kali membantu persalinan sampai merawat bayi yang baru dilahirkan hingga berusia 40 hari. Bahkan ada yang hanya membayar Rp 15.000. Itu pun banyak yang mencicil pembayarannya.
Kondisi ini membuat masyarakat cenderung menggunakan jasa paraji dalam membantu persalinan. Sejumlah warga di daerah selatan Garut mengaku melahirkan anak-anak mereka dengan bantuan paraji meski rutin memeriksakan kehamilan pada bidan. Jika mengalami komplikasi seperti perdarahan, mereka baru minta pertolongan bidan.
Sinta (18), ibu hamil, juga mengaku berencana melahirkan dengan bantuan paraji atas anjuran suami dan orangtuanya. Sejak awal mengandung ia secara rutin memeriksakan kehamilan ke Mak A’ah yang bertetangga dengannya. ”Kalau perut terasa sakit, saya biasanya minta pijat ke Mak A’ah. Biasanya kalau sudah dipijat, tidak sakit lagi,” ujarnya.
Gakin ruwet
Hasil survei oleh Save The Children, organisasi nonpemerintah yang bergerak dalam bidang kesehatan anak, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menyebutkan, masyarakat pedesaan di daerah selatan Garut memilih dukun karena biayanya murah, bisa dicicil, tidak harus dengan uang, dan mengurus kartu keluarga miskin (gakin) yang ruwet.
Alasan lain adalah bidan lebih cepat meninggalkan ibu dan bayi dibandingkan dengan dukun bayi serta tidak memantau perkembangan bayi. Para kader posyandu juga menyatakan bidan sibuk dan buru-buru pergi setelah membantu persalinan, tak mengunjungi ibu dan bayi baru lahir yang ditolong dukun bayi, serta tidak memberi konseling. ”Hal ini membuat peran paraji sama dengan bidan,” ujar Tuti, koordinator Save The Children Garut.
Apalagi, warga di daerah terpencil sulit menjangkau tempat pelayanan kesehatan, termasuk pondok persalinan desa (polindes). Di Desa Cikondang, misalnya, ibu hamil yang hendak melahirkan di polindes harus naik ojek dengan tarif Rp 15.000 hingga Rp 40.000 sekali jalan. Mereka juga harus menempuh jalan tanah berliku.
Jika musim hujan tiba, jalan dari sejumlah kampung, seperti Cipageran, menuju polindes berlumpur sehingga sulit dilintasi kendaraan bermotor. Jalan satu-satunya adalah ibu hamil ditandu oleh warga secara bergantian selama sekitar satu jam ke polindes terdekat.
Masih kuatnya nilai-nilai tradisional dan sulitnya akses pelayanan kesehatan menyebabkan rendahnya cakupan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan. Menurut data Dinas Kesehatan Garut tahun 2007, cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan baru 64,7 persen. Padahal, cakupan kunjungan ibu hamil sejak awal kehamilan hingga menjelang kelahiran ke tenaga kesehatan mencapai 85,97 persen.
Di selatan Garut, cakupannya relatif rendah. Di Kecamatan Cisompet, misalnya, cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan hanya 35,09 persen. Dari 1.080 ibu bersalin, hanya 379 orang yang ditolong tenaga kesehatan. Ibu umumnya hanya memeriksakan diri ke bidan pada trimester pertama kehamilan.
Kemitraan
Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Harni Koesno mengakui, peran dukun dalam membantu persalinan di berbagai daerah, terutama di lokasi terpencil, sulit dihilangkan di tengah keterbatasan jumlah bidan. Saat ini kebutuhan bidan di Indonesia lebih dari 200.000 orang, sedangkan jumlah bidan baru mencapai 104.000 orang.
Namun, pertolongan ibu bersalin bukan oleh tenaga kesehatan meningkatkan risiko kematian saat melahirkan. Hal itu karena para paraji kebanyakan masih memakai peralatan sederhana untuk membantu persalinan, seperti memotong tali pusat dengan pisau, silet, atau bambu.
Mereka tidak bisa menangani persalinan dengan komplikasi seperti perdarahan. Para dukun bayi juga kurang memahami tanda-tanda bahaya pada ibu bersalin dan bayi baru lahir sehingga bisa terlambat merujuk.
Untuk mengatasi masalah itu, sebagian bidan telah menjalin kemitraan dengan dukun bayi. Jika terjadi komplikasi seperti perdarahan, dukun akan segera merujuk ke bidan setempat. Dukun juga ikut membantu bidan saat menangani persalinan.
”Selain itu, perlu ada proses alih peran tanpa cara frontal karena dukun bayi juga berperan sebagai tokoh budaya. Biasanya calon paraji magang ke saudaranya yang jadi paraji karena itu kami mulai merekrut kerabat dukun untuk mengikuti pendidikan kebidanan,” kata Harni.
Sumber: Kompas Cetak, cetak.kompas.com
EVY RACHMAWATI
Suasana di Kampung Cipageran, Desa Cikondang, sekitar 80 kilometer arah selatan dari pusat kota Kabupaten Garut, Jawa Barat, tampak lengang. Debu beterbangan saat kendaraan bermotor melintasi jalan tanah yang membelah perkampungan cukup terpencil di daerah perbukitan itu.
Dari pintu belakang sebuah rumah berdinding bilik anyaman bambu di kampung itu, seorang perempuan berjalan tertatih-tatih menuju dapur dan merapikan peralatan masak yang terletak di dekat tungku. Tangan kanannya tampak mengempit sebatang rokok linting.
Tubuh kurusnya siang itu dibalut kebaya dan kain panjang yang telah memudar warnanya. Setelah membuang puntung rokok, perempuan yang akrab dipanggil Mak A’ah (60-an) tersebut menuju ruang utama bangunan yang dihuni bersama suami dan anaknya. Di ruangan itu hanya ada sejumlah perabot tua.
Ketika seorang perempuan yang tengah berbadan dua mendatangi rumahnya untuk dipijat, Mak A’ah bergegas mengambil selembar kerudung dan mengenakannya. Perempuan tersebut lalu menghamparkan selembar tikar di ruangan beralas papan itu. Sedikit minyak sayur dituangkan di atas piring kecil.
Sang tamu bernama Sinta (18) tersebut segera merebahkan diri di atas tikar. Kausnya dibuka sebagian sehingga terlihat perutnya yang buncit. Setelah diolesi minyak, bagian bawah perut perempuan berkulit kuning langsat itu mulai diurut. ”Usia kandungannya tiga bulan. Perkiraan saya ini biasanya sama dengan hasil pemeriksaan bidan,” ujar Mak A’ah yang berprofesi sebagai dukun bayi atau paraji ini.
Diwariskan
Menjadi paraji merupakan peran yang dijalankan secara turun-temurun di kalangan masyarakat pedesaan. Miming Badriah (47), paraji di Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut, misalnya, mengaku mewarisi kemampuan sebagai dukun beranak tersebut dari mertuanya. Setelah sering mendampingi mertuanya membantu persalinan, ia mulai praktik sebagai paraji sejak tujuh tahun lalu.
Hal serupa juga dialami Mak A’ah yang telah membantu ratusan persalinan di sekitar tempat tinggalnya sejak puluhan tahun silam. Semula ia hanya mendampingi neneknya yang juga seorang paraji. Setiap kali ada perempuan yang meminta dipijat saat hamil atau ingin ditolong saat melahirkan, ia akan ikut menemani sang nenek berjalan kaki menuju rumah warga yang butuh pertolongan.
Lambat laun ibu dari 12 anak— empat di antaranya meninggal dunia—itu mulai memberanikan diri membantu persalinan. Pertama kali praktik ia membantu proses kelahiran cucunya sendiri hingga akhirnya dikenal sebagai paraji di daerah tersebut. Untuk melayani persalinan, ia kerap harus naik-turun bukit menuju rumah ibu hamil, termasuk pada malam hari.
Demi menjalankan perannya sebagai paraji, Mak A’ah mengaku rajin berpuasa. Ia juga meracik sendiri ramuan tradisional untuk ibu hamil dan pascamelahirkan dengan bahan baku dari tanaman asli yang banyak ditemukan di daerah perbukitan itu. Tujuannya adalah agar ibu yang baru melahirkan tersebut segera pulih tenaganya.
Meski usianya telah senja, ia bertekad tetap menjalankan perannya sebagai paraji selama masih mampu melayani persalinan. Nenek dari Mak A’ah sendiri sampai harus ditandu ke rumah warga untuk membantu persalinan lantaran sudah tidak kuat lagi berjalan jauh dan terus beraktivitas sebagai paraji hingga menutup mata.
Dibutuhkan
Di tengah keterbatasan jumlah bidan dan tenaga kesehatan lain, keberadaan paraji sangat dirasakan manfaatnya oleh warga di daerah terpencil. Di sejumlah kampung di Desa Cikondang, Garut, misalnya, hampir seluruh bayi dilahirkan dengan bantuan paraji.
Hampir di tiap kampung ada lebih dari satu paraji yang siap dipanggil ke rumah warga untuk memijat ibu hamil, membantu persalinan, sampai memimpin upacara adat menyambut kelahiran bayi. Peran penting itu membuat keberadaan mereka telah berkembang jadi tokoh adat setempat yang dihormati.
Padahal, jika dilihat dari sisi ekonomi, uang yang diperoleh sebagai paraji hanya berkisar Rp 40.000 hingga Rp 60.000 setiap kali membantu persalinan sampai merawat bayi yang baru dilahirkan hingga berusia 40 hari. Bahkan ada yang hanya membayar Rp 15.000. Itu pun banyak yang mencicil pembayarannya.
Kondisi ini membuat masyarakat cenderung menggunakan jasa paraji dalam membantu persalinan. Sejumlah warga di daerah selatan Garut mengaku melahirkan anak-anak mereka dengan bantuan paraji meski rutin memeriksakan kehamilan pada bidan. Jika mengalami komplikasi seperti perdarahan, mereka baru minta pertolongan bidan.
Sinta (18), ibu hamil, juga mengaku berencana melahirkan dengan bantuan paraji atas anjuran suami dan orangtuanya. Sejak awal mengandung ia secara rutin memeriksakan kehamilan ke Mak A’ah yang bertetangga dengannya. ”Kalau perut terasa sakit, saya biasanya minta pijat ke Mak A’ah. Biasanya kalau sudah dipijat, tidak sakit lagi,” ujarnya.
Gakin ruwet
Hasil survei oleh Save The Children, organisasi nonpemerintah yang bergerak dalam bidang kesehatan anak, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menyebutkan, masyarakat pedesaan di daerah selatan Garut memilih dukun karena biayanya murah, bisa dicicil, tidak harus dengan uang, dan mengurus kartu keluarga miskin (gakin) yang ruwet.
Alasan lain adalah bidan lebih cepat meninggalkan ibu dan bayi dibandingkan dengan dukun bayi serta tidak memantau perkembangan bayi. Para kader posyandu juga menyatakan bidan sibuk dan buru-buru pergi setelah membantu persalinan, tak mengunjungi ibu dan bayi baru lahir yang ditolong dukun bayi, serta tidak memberi konseling. ”Hal ini membuat peran paraji sama dengan bidan,” ujar Tuti, koordinator Save The Children Garut.
Apalagi, warga di daerah terpencil sulit menjangkau tempat pelayanan kesehatan, termasuk pondok persalinan desa (polindes). Di Desa Cikondang, misalnya, ibu hamil yang hendak melahirkan di polindes harus naik ojek dengan tarif Rp 15.000 hingga Rp 40.000 sekali jalan. Mereka juga harus menempuh jalan tanah berliku.
Jika musim hujan tiba, jalan dari sejumlah kampung, seperti Cipageran, menuju polindes berlumpur sehingga sulit dilintasi kendaraan bermotor. Jalan satu-satunya adalah ibu hamil ditandu oleh warga secara bergantian selama sekitar satu jam ke polindes terdekat.
Masih kuatnya nilai-nilai tradisional dan sulitnya akses pelayanan kesehatan menyebabkan rendahnya cakupan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan. Menurut data Dinas Kesehatan Garut tahun 2007, cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan baru 64,7 persen. Padahal, cakupan kunjungan ibu hamil sejak awal kehamilan hingga menjelang kelahiran ke tenaga kesehatan mencapai 85,97 persen.
Di selatan Garut, cakupannya relatif rendah. Di Kecamatan Cisompet, misalnya, cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan hanya 35,09 persen. Dari 1.080 ibu bersalin, hanya 379 orang yang ditolong tenaga kesehatan. Ibu umumnya hanya memeriksakan diri ke bidan pada trimester pertama kehamilan.
Kemitraan
Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Harni Koesno mengakui, peran dukun dalam membantu persalinan di berbagai daerah, terutama di lokasi terpencil, sulit dihilangkan di tengah keterbatasan jumlah bidan. Saat ini kebutuhan bidan di Indonesia lebih dari 200.000 orang, sedangkan jumlah bidan baru mencapai 104.000 orang.
Namun, pertolongan ibu bersalin bukan oleh tenaga kesehatan meningkatkan risiko kematian saat melahirkan. Hal itu karena para paraji kebanyakan masih memakai peralatan sederhana untuk membantu persalinan, seperti memotong tali pusat dengan pisau, silet, atau bambu.
Mereka tidak bisa menangani persalinan dengan komplikasi seperti perdarahan. Para dukun bayi juga kurang memahami tanda-tanda bahaya pada ibu bersalin dan bayi baru lahir sehingga bisa terlambat merujuk.
Untuk mengatasi masalah itu, sebagian bidan telah menjalin kemitraan dengan dukun bayi. Jika terjadi komplikasi seperti perdarahan, dukun akan segera merujuk ke bidan setempat. Dukun juga ikut membantu bidan saat menangani persalinan.
”Selain itu, perlu ada proses alih peran tanpa cara frontal karena dukun bayi juga berperan sebagai tokoh budaya. Biasanya calon paraji magang ke saudaranya yang jadi paraji karena itu kami mulai merekrut kerabat dukun untuk mengikuti pendidikan kebidanan,” kata Harni.
Sumber: Kompas Cetak, cetak.kompas.com
Tak Ada Alasan Tujuan MDG Tak Tercapai???
Tak Ada Alasan Tujuan MDG Tak Tercapai
Meskipun negara-negara berkembang yang menjadi tujuan pembangunan milenium (MDG) masih banyak didera persoalan, tidak ada alasan target tersebut gagal tercapai tahun 2015. Semua pihak harus berjuang keras mewujudkan komitmennya.
Masyarakat dengan dimotori LSM harus berjuang keras mendorong sekaligus menekan pemerintah agar tetap menjalankan komitmen yang telah ditandatangani tahun 2000 itu.
Dukungan lain diharapkan muncul dari negara-negara kaya, yang salah satunya banyak berperan dalam mekanisme perdagangan global. "Tidak ada alasan tujuan MDG gagal tercapai, salah satunya membutuhkan fokus perhatian dari negara-negara maju," kata Direktur Kampanye Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDG’s) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Salil Shetty dalam pertemuan kelompok kampanye MDG Indonesia dengan media di Jakarta, Minggu (22/5).
Tahun 2000 ada 189 negara anggota PBB berkomitmen pada delapan tujuan, yakni pemberantasan kemiskinan dan kelaparan, mewujudkan pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, menjamin kelestarian lingkungan hidup, serta mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Menurut Salil, komitmen politik di tingkat nasional masing- masing negara penanda tangan tekad untuk mencapai MDG’s tergolong tinggi. Akan tetapi, kenyataan di lapangan masih belum memuaskan.
Atas dasar inilah PBB menggelar kampanye global untuk mendorong percepatan tercapainya tujuan pembangunan milenium. "Sebenarnya kuncinya bukan pada kampanye global, tetapi bagaimana kampanye di tingkat lokal bisa berjalan efektif," kata dia.
Duta Besar Khusus PBB untuk MDG Asia Pasifik Erna Witoelar menilai, perkembangan di tingkat global menunjukkan komitmen negara belum berwujud di tingkat pelaksanaan. Di Indonesia hampir semua obyek tujuan MDG masih dalam kondisi memprihatinkan.
Jumlah warga miskin masih sangat besar, anak tak sekolah tinggi, kasus malaria, demam berdarah, dan tuberkolusis belum juga teratasi, angka kematian anak dan ibu tinggi, kesetaraan jender pun belum terwujud. Demikian pula kualitas lingkungan yang kian memprihatinkan. "Anggaran pemerintah sebenarnya cukup, seperti untuk mengurangi kemiskinan. Persoalannya, hal itu tidak tepat sasaran," kata Salil.
Harus "pro poor"
Koordinator Steering Committee Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pencapaian MDG’s Indonesia Titik Hartini mengatakan, tujuan pembangunan milenium tidak mungkin tercapai selama kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada orang miskin (pro poor).
Faktanya, itulah yang kini terjadi, tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). "Banyak provinsi yang tak akan mencapai target pengurangan 25 persen kemiskinan di daerahnya," kata dia.
Salah satu kebijakan yang dinilai disia-siakan untuk mencapai tujuan MDG adalah pemerintah tidak mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan salah satu tujuan yang ditetapkan. (GSA)
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0505/26/humaniora/1774274.htm
Meskipun negara-negara berkembang yang menjadi tujuan pembangunan milenium (MDG) masih banyak didera persoalan, tidak ada alasan target tersebut gagal tercapai tahun 2015. Semua pihak harus berjuang keras mewujudkan komitmennya.
Masyarakat dengan dimotori LSM harus berjuang keras mendorong sekaligus menekan pemerintah agar tetap menjalankan komitmen yang telah ditandatangani tahun 2000 itu.
Dukungan lain diharapkan muncul dari negara-negara kaya, yang salah satunya banyak berperan dalam mekanisme perdagangan global. "Tidak ada alasan tujuan MDG gagal tercapai, salah satunya membutuhkan fokus perhatian dari negara-negara maju," kata Direktur Kampanye Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDG’s) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Salil Shetty dalam pertemuan kelompok kampanye MDG Indonesia dengan media di Jakarta, Minggu (22/5).
Tahun 2000 ada 189 negara anggota PBB berkomitmen pada delapan tujuan, yakni pemberantasan kemiskinan dan kelaparan, mewujudkan pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, menjamin kelestarian lingkungan hidup, serta mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Menurut Salil, komitmen politik di tingkat nasional masing- masing negara penanda tangan tekad untuk mencapai MDG’s tergolong tinggi. Akan tetapi, kenyataan di lapangan masih belum memuaskan.
Atas dasar inilah PBB menggelar kampanye global untuk mendorong percepatan tercapainya tujuan pembangunan milenium. "Sebenarnya kuncinya bukan pada kampanye global, tetapi bagaimana kampanye di tingkat lokal bisa berjalan efektif," kata dia.
Duta Besar Khusus PBB untuk MDG Asia Pasifik Erna Witoelar menilai, perkembangan di tingkat global menunjukkan komitmen negara belum berwujud di tingkat pelaksanaan. Di Indonesia hampir semua obyek tujuan MDG masih dalam kondisi memprihatinkan.
Jumlah warga miskin masih sangat besar, anak tak sekolah tinggi, kasus malaria, demam berdarah, dan tuberkolusis belum juga teratasi, angka kematian anak dan ibu tinggi, kesetaraan jender pun belum terwujud. Demikian pula kualitas lingkungan yang kian memprihatinkan. "Anggaran pemerintah sebenarnya cukup, seperti untuk mengurangi kemiskinan. Persoalannya, hal itu tidak tepat sasaran," kata Salil.
Harus "pro poor"
Koordinator Steering Committee Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pencapaian MDG’s Indonesia Titik Hartini mengatakan, tujuan pembangunan milenium tidak mungkin tercapai selama kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada orang miskin (pro poor).
Faktanya, itulah yang kini terjadi, tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). "Banyak provinsi yang tak akan mencapai target pengurangan 25 persen kemiskinan di daerahnya," kata dia.
Salah satu kebijakan yang dinilai disia-siakan untuk mencapai tujuan MDG adalah pemerintah tidak mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan salah satu tujuan yang ditetapkan. (GSA)
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0505/26/humaniora/1774274.htm
tujuan MDG's "pembangunan milenium"
Tentang Tujuan Pembangunan Millennium: Konsep Dasar
Apakah Tujuan Pembangunan Millennium?
Tujuan Pembangunan Milenium (“Millennium Development Goals”, atau MDGs) mengandung delapan tujuan sebagai respon atas permasalahan perkembangan global, yang kesemuanya harus tercapai pada tahun 2015. Tujuan Pembangunan Milenium adalah hasil dari aksi yang terkandung dalam Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangi oleh 147 kepala Negara dan pemerintahan pada UN Millennium Summit yang diadakan di bulan September tahun 2000.
Delapan butir MGDs terdiri dari 21 target kuantitatif dan dapat diukur oleh 60 indikator.
• Tujuan 1: Memberantas kemiskinan ekstrim dan kelaparan
• Tujuan 2: Dicapainya pendidikan tingkat dasar yang merata dan universal
• Tujuan 3: Memajukan kesetaraan gender
• Tujuan 4: Mengurangi tingkat mortalitas anak
• Tujuan 5: Memperbaiki kualitas kesehatan ibu hamil
• Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain
• Tujuan 7: Menjamin kelestarian lingkungan
• Tujuan 8: Menjalin kerjasama global bagi perkembangan kesejahteraan
Tujuan Pembangunan Millennium:
• menyintesis dalam satu paket komitmen-komitmen terpenting yang dibuat secara terpisah-pisah dalam berbagai konferensi dan pertemuan tingkat tinggi internasional yang diadakan pada tahun 1990-an;
• merespon secara eksplisit tentang interdependensi antara pertumbuhan, upaya pembasmian kemiskinana dan perkembangan yang berkesinambungan;
• mengenali bahwa upaya perkembangan bergantung kepada pemerintahan yang demokratis, pengaturan oleh hukum, kehormatan pada hak azasi manusia, perdamaian dan keamanan hidup;
• mempunyai tenggat waktu dan target yang dapat diukur beserta dengan indikator dalam memantau kemajuan, dan;
• membawa dalam kebersamaan, sebagaimana terkandung pada Tujuan 8, tanggung jawab dalam memajukan Negara berkembang dengan Negara maju, dalam kerjasama global yang dituangkan dalam International Conference on Financing for Development di Monterrey, Mexico pada bulan Maret tahun 2002, and juga pada Johannesburg World Summit on Sustainable Development pada bulan Agustus tahun 2002.
Implementasi Tujuan Pembangunan Milenium
Pada tahun 2001, menanggapi permintaan dari para pemimpin dunia, Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa menghadirkan Perencanaan Menuju Pengimplementasian Deklarasi Milenium (“Road Map towards the Implementation of the United Nations Millenium Declaration”). Perencanaan tersebut merupakan ikhtisar yang terpadu dan komprehensif menguraikan berbagai strategi potensial dalam memenuhi tujuan dan komitmen dari Deklarasi Milenium.
Sejak itu, peta strategis tersebut telat menelurkan laporan tahunan. Isi laporan tahunan 2002 memfokuskan pada kemajuan dibuat dalam pencegahan konflik bersenjata dan pencegahan penyakit menular, termasuk HIV/AIDS dan Malaria. Laporan tahunan 2003 menekankan pada strategi perkembangan dan strategi perkembangan berkelanjutan. Tahun 2004 berfokus pada keterpisahan digital dan pengekangan kriminal antar Negara.
Pada tahun 2005, Sekretaris Jendral menyiapkan laporan terpadi berjangka lima tahun berisi kemajuan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium. Laporan ini meninjau ulang implementasi dari keputusan yang diambil dari hasil berbagai konferensi dan sesi khusus yang membahas negara-negara yang paling tidak berkembang, kemajuan dalam memerangi HIV/AIDS dan pendanaan untuk perkembang dan perkembangan yang berkelanjutan.
Tujuan 1: Mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan
Indikator
Tujuan 1a: Mengurangi hingga setengahnya Penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan ekstrim
• 1.1 Proporsi penduduk yang hidup di bawah $1 (PPP) per hari
• 1.2 Rasio kesenjangan tingkat kemiskinan
• 1.3 Porsi dari populasi dalam kategori 20% penduduk termiskin dalam konsumsi nasional
Target 1b: Mencapai ketenagakerjaan yang produktif dan pekerjaan layak merata, termasuk wanita dan usia muda
• 1.4 Tingkat pertumbuhan produk nasional bruto per orang
• 1.5 Rasio tingkat keperkerjaan penduduk
• 1.6 Proporsi penduduk yang bekerja dan berpenghasilan $1 (PPP) per hari
• 1.7 Proporsi tenaga kerja yang menghidupi diri sendiri dan yang menghidupi keluarga di dalam angka total penyerapan tenaga kerja
Target 1c: Mengurangi Jumlah penduduk yang menderita kelaparan hingga setengahnya
• 1.8 Jumlah balita dengan berat badan di bawah normal
• 1.9 Proporsi penduduk yang mengkonsumsi nilai gizi kalori di bawah standar minimum
Tujuan 2: Mencapai pendidikan dasar untuk semua
Indicators
Target 2a: Memastikan anak laki-laki dan perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar
• 2.1 Netto jumlah pendaftaran pendidikan dasar
• 2.2 Proporsi pelajar yang menyelesaikan pendidikan dari Kelas 1 hingga kelas akhir di pendidikan dasar
• 2.3 Tingkat kemampuan baca-tulis laki-laki dan perempuan usia 15-24 tahun
Tujuan 3: Memajukan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan
UNDP bekerja dengan dan berpihak kepada wanita dalam advokasi kebijakan, perkembangan kapasitas wanita dan mendukung rancangan kesetaraan gender dengan berkolaborasi dengan UNIFEM.
Indikator
Target 3a: Menghapus ketimpangan gender di tingkat pendidikan sekolah dasar dan menengah pada tahun 2005, dan pada semua tingkat pendidikan pada tahun 2015
• 3.1 Rasio anak laki-laki dengan anak perempuan yang mengenyam pendidikan tingkat dasar, menengah dan lanjut
• 3.2 Proporsi dari wanita sebagai pekerja upahan di sektor non-pertanian
• 3.3 Proporsi perwakilan wanita dalam parlemen nasional
Tujuan 4: Mengurangi tingkat kematian anak
Indikator
Target 4a: Mengurangi tingkat kematian anak usia 0-5 tahun hingga dua per tiga bagian
• 4.1 Angka kematian balita
• 4.2 Angka kematian bayi
• 4.3 Jumlah bayi usia satu tahun yang diimunisasi campa
Tujuan 5: Memperbaiki kualitas kesehatan ibu
Indikator
Target 5a: Mengurangi angka kematian ibu hingga 75%
• 5.1 Angka mortalitas ibu
• 5.2 Jumlah proses kelahiran yang ditangani oleh tenaga medis terlatih
• Target 5b: Menyediakan akses kepada kesehatan reproduksi secara merata
• 5.3 Tingkat penggunaan kontrasepsi
• 5.4 Tingkat kelahiran remaja
• 5.5 Jaminan perawatan pra-kelahiran (sekurang-kurangnya satu kunjungan and minimal empat kunjungan)
• 5.6 Kebutuhan yang belom terpenuhi dalam hal keluarga berencana
Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, malaria and penyakit menular lainnya
Indikator
Target 6a: Menghentikan dan mulai menurunkan kecenderungan penyebaran HIV/AIDS
• 6.1 Banyaknya penderita HIV berusia 15-24 tahun
• 6.2 Pengunaan kondom dalam aktivitas seksual resiko tinggi
• 6.3 Proporsi dari populasi usia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan tentang HIV/AIDS yang komprehensif dan tepat
• 6.4 Rasio kehadiran di sekolah antara yatim piatu dengan bukan-yatim piatu berusia 10-14 tahun
• Target 6b: Dicapainya akses perawatan secara merata dan universal bagi penderita HIV/AIDS pada tahun 2010
• 6.5 Proporsi dari populasi menderita infeksi HIV tingkat lanjut yang mempunyai akses kepada pengobatan antiretroviral
• Target 6c: Menghentikan dan menurunkan kecenderungan penyebaran malaria dan penyakit menular lainnya
• 6.6 Jumlah insiden dan angka kematian karena Malaria
• 6.7 Proporsi balita yang tidur menggunakan tirai ranjang yang sudah mengandung insektisida
• 6.8 Proporsi balita yang menderita demam dan dirawat dengan obat-obatan anti-malaria yang tepat
• 6.9 Jumlah insiden, eksistensi umum, angka kematian karena tuberkulosa
• 6.10 Proporsi penyakit tuberkulosis (TBC) yang terdeteksi dan terobat dibawah supervisi langsung perawatan jangka pendek
Tujuan 7: Memastikan kelestarian lingkungan
Indikator
Target 7a: Mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program Negara; serta mengembalikan sumber daya alam yang hilang
Target 7b: Mengurangi kadar hilangnya keragaman alam dan menurunkan tingginya kadar kehilangan tersebut secara signifikan pada tahun 2010
• 7.1 Proporsi dari dataran hutan
• 7.2 Total emisi CO2, per kapita dan per $1 GDP (PPP)
• 7.3 Konsumsi bahan perusak ozon
• 7.4 Proporsi dari jumlah ikan dalam batasan aman lingkup hayati
• 7.5 Proporsi dari sumber air yang digunakan
• 7.6 Proporsi dari daratan dan laut yang terlindungi
• 7.7 Proporsi dari spesies yang terancam punah
Target 7c: Mengurangi hingga setengahnya jumlah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasar
• 7.8 Proporsi dari populasi yang menggunakan sumber air minum berkualitas
• 7.9 Proporsi dari populasi yang menggunakan sarana sanitasi berkualitas
Target 7d: Tercapainya perbaikan yang berarti bagi kualitas hidup untuk sekurang-kurang 100 juta penduduk yang tinggal di daerah kumuh pada tahun 2020
• 7.10 Proporsi dari penduduk kota yang hidup di wilayah kumuh
Tujuan 8: Mengembangkan kemitraan untuk pembangunan
Indikator
Target 8a: Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif.
Termasuk komitmen kepada sistem pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab, pengembangan kesejahteraan dan pengurangan tingkat kemiskinan pada taraf nasional dan internasional.
Target 8b: Mengatasi persoalan khusus Negara-negara yang paling tertinggal.
Hal ini termasuk akses bebas tariff dan bebas kuota untuk produk eksport mereka, meningkatkan pembebasan utang untuk negara berutang besar, penghapusan utang bilateral resmi dan memberikan ODA yang lebih besar kepada Negara yang berkomitmen menghapuskan kemiskinan.
Target 8c: Mengatasi kebutuhan khusus di negara-negara daratan dan kepulauan kecil (melalui Rencana Pelaksanaan Pembangunan Berkesinambungan untuk Negara kepulauan kecil, dan hasil dari sesi khusus dari Rapat Umum ke-22)
Target 8d: Menangani hutang negara berkembang melalui upaya nasional maupun Internasional agar pengelolaan hutang berkesinambungan dalam jangka panjang.
Beberapa dari indikator dibawah ini dimonitor secara terpisah bagi Negara paling tertinggal, Afrika, Negara daratan dan Negara kepulauan kecil.
Pembiayaan pembangunan (Official Development Assistance, atau ODA)
• 8.1 Netto dari ODA, total dan untuk Negara paling tertinggal, sebaga persentasi dari pendapatan nasional bruto donor OECD/DAC.
• 8.2 Proporsi dari total bilateral, alokasi sektor dari donor OECD/DAC untuk pelayanan kesejateraan pokok (pendidikan dasar, perawatan kesehatan pokok, nutrisi, air bersih dan sanitasi).
• 8.3 Proporsi dari bantuan bilateral resmi tidak terikat yang diberikan oleh donor OECD/DAC.
• 8.4 ODA yang diterima oleh Negara daratan sebagai proporsi dari produk nasional bruto Negara tersebut.
• 8.5 ODA yang diterima oleh Negara kepulauan kecil sebagai proporsi dari pendapatan nasional bruto Negara tersebut.
• Akses pasar,
• 8.6 Proporsi dari total impor Negara maju (dalam nilai dan tidak termasuk barang senjata) dari negara berkembang dan paling tertinggal yang bebas bea cukai.
• 8.7 Tarif rata-rata yang dibebankan oleh Negara maju untuk produk pertanian, tekstil dan pakaian dari Negara berkembang.
• 8.8 Perkiraan bantuan di bidang pertanian sebagai persentasi dari produk nasional bruto.
• 8.9 Proporsi dari ODA yang tersedia untuk membantu pertumbuhan kapasitas perdagangan.
• Pengelolaan hutang.
• 8.10 Jumlah Negara yang telah melaksanakan butir keputusan dan memenuhi komitmen HIPC (secara kumulatif).
• 8.11 Keringanan hutang sebagai tertuang dalam inisiatif HIPC dan MDRI.
• 8.12 Pelayanan hutang sebagai persentasi dari barang dan jasa ekspor.
• Target 8e: Bekerjasama dengan Perusahaan Farmasi, memberikan akses untuk penyediaan obat-obatan penting dengan harga terjangkau di negara berkembang.
• 8.13 Proporsi dari populasi yang memiliki akses kepada obat-obatan esensial dengan harga terjangkau secara berkelanjutan.
• Target 8f: Bekerjasama dengan swasta untuk memanfaatkan teknologi baru, terutama di bidang informasi dan komunikasi.
• 8.14 Sambungan telepon per 100 penduduk.
• 8.15 Pelanggan selular per 100 penduduk.
• 8.16 Pengguna Interner per 100 penduduk.
Strategi untuk Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs)
UNDP mendukung strategi pembangunan nasional berbasis MDG
Sistem PBB membantu negara-negara meningkatkan kapasitas mereka untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Untuk mendukung usaha ini, UNDP dan Proyek Milenium telah merancang sebuah paket layanan yang komprehensif untuk mendukung strategi pembangunan nasional berbasis MDG. Layanan ini terfokus pada 3 pilar:
• Diagnosis dan perencanaan investasi berbasis MDG (bantuan teknis dan keuangan yang diperlukan untuk mencapai MDGs dalam jangka panjang)
• Memperluas pilihan kebijakan ( reformasi kebijakan sektoral dan lintas sektoral dan kerangka kerja yang dibutuhkan untuk mempercepat pemerataan pertumbuhan dan mempromosikan pengembangan daya manusia dalam jangka panjang); dan
• Memperkuat kapasitas nasional ( memungkinkan layanan efektif pada tingkat nasional dan lokal)
Proyek Milenium
Proyek Milennium dikomisikan oleh Sekjen PBB pada 2002, bertujuan untuk mengusulkan strategi terbaik untuk mencapai MDGs dan mengembangkan rencana kerja yang nyata agar dunia dapat membalikkan masalah kemiskinan, kelaparan, dan penyakit yang dihadapi oleh milyaran orang.
Dipimpin oleh Profesor Jeffrey Sachs, Proyek Milenium merupakan badan penasehat independen dan mempresentasikan rekomendasi akhirnya, Investasi bagi Pembangunan: Sebuah Rencana Praktis untuk Mencapai Tujuan Pembangunan Milenium kepada Sekretaris Jenderal pada January 2005.
Sebagian besar kinerja dari Proyek ini telah dilakukan oleh 10 divisi tematis dengan jumlah total lebih dari 250 ahli dari seluruh dunia yang meliputi: peneliti dan ilmuwan; pembuat kebijakan; perwakilan dari LSM, badan-badan PBB, bank dunia, IMF dan sektor swasta. Sejak pembentukannya, divisi-divisi tersebut telah melakukan penelitian ekstensif sesuai dengan bidang keahliannya untuk menghasilkan rekomendasi untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium. Kinerja yang berkelanjutan dari Proyek ini dipimpin oleh seorang sekretariat yang berkedudukan di markas UNDP di New York.
Kemitraan
Kemitraan sangat penting untuk kinerja UNDP dan untuk mencapai MDGs. MDG yang kedelapan, “Membangun kemitraan global untuk pembangunan,” secara eksplisit meminta kemitraan, yang penting pada semua tingkat - lokal, nasional dan global-untuk pencapaian tujuh MDG yang lain dan nilai-nilai dan tindakan yang ditetapkan oleh Deklarasi Milenium (Millenium Declaration).
Mitra UNDP mencakup pemerintah, badan-badan PBB lainnya, institusi keuangan internasional, badan-badan bilateral, sektor swasta dan masyarakat sipil. Lintas negara dan daerah, UNDP sebagai jaringan pengembangan global PBB menggunakan keberadaan globalnya untuk menyatukan mitra-mitra dari berbagai latar belakang untuk berbagi keahlian, memulai usaha bersama dan mengembangkan solusi jangka panjang.
Tahukah anda?
Proyek Milenium merekomendasikan perusahaan-perusahaan dan organisasi swasta untuk berperan aktif dalam perancanangan kebijakan, inisiatif transparansi dan, dimana sesuai, kemitraan public-swasta. [sumber: Proyek Milenium]
Tentang MDGs: Peran UNDP
Mengkoordinasikan upaya-upaya global dan nasional
MDGs menyediakan kerangka kerja bagi seluruh sistem PBB dalam bekerja sama menghasilkan tujuan bersama. Jaringan pembangunan global UNDP di 166 negara secara khusus diposisikan untuk membantu advokasi perubahan, menghubungkan negara-negara dengan pengetahuan dan sumber daya, dan mengkoordinasikan upaya-upaya yang lebih luas pada tingkat negara. Kinerja UNDP terhadap MDGs berpedoman kepada Strategi Utama PBB dalam MDGs dan terfokus kepada:
• Kampanye dan mobilisasi : Mendukung advokasi untuk MDGs dan bekerja dengan para mitra untuk memobilisasi komitmen dan kemampuan dari segmen masyarakat luas untuk membangun kepedulian tentang MDGs;
• Analisis: Melakukan riset dan berbagi strategi terbaik untuk mencapai MDGs dalam hal praktek inovatif, reformasi kebijakan dan institusi, sarana implementasi kebijakan dan evaluasi pilihan-pilihan pembiayaan;
• Pengawasan: Membantu negara-negara dalam melaporkan kemajuan menuju MDGs dan memantau perkembangannya;
• Aktivitas operasional: bantuan yang diarahkan oleh tujuan untuk mendukung pemerintah untuk menyesuaikan MDGs dengan keadaan dan tantangan lokal; mengalamatkan kendala utama untuk mencapai MDGs.
Tahukan anda?
93 negara, dengan 62% dari populasi dunia, tidak berada di jalur untuk mengurangi sampai dua pertiga angka kematian anak di bawah lima tahun pada tahun 2015
sumber : http://www.targetmdgs.org
Informasi lebih lanjut: http://www.undp.org/mdg
Apakah Tujuan Pembangunan Millennium?
Tujuan Pembangunan Milenium (“Millennium Development Goals”, atau MDGs) mengandung delapan tujuan sebagai respon atas permasalahan perkembangan global, yang kesemuanya harus tercapai pada tahun 2015. Tujuan Pembangunan Milenium adalah hasil dari aksi yang terkandung dalam Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangi oleh 147 kepala Negara dan pemerintahan pada UN Millennium Summit yang diadakan di bulan September tahun 2000.
Delapan butir MGDs terdiri dari 21 target kuantitatif dan dapat diukur oleh 60 indikator.
• Tujuan 1: Memberantas kemiskinan ekstrim dan kelaparan
• Tujuan 2: Dicapainya pendidikan tingkat dasar yang merata dan universal
• Tujuan 3: Memajukan kesetaraan gender
• Tujuan 4: Mengurangi tingkat mortalitas anak
• Tujuan 5: Memperbaiki kualitas kesehatan ibu hamil
• Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain
• Tujuan 7: Menjamin kelestarian lingkungan
• Tujuan 8: Menjalin kerjasama global bagi perkembangan kesejahteraan
Tujuan Pembangunan Millennium:
• menyintesis dalam satu paket komitmen-komitmen terpenting yang dibuat secara terpisah-pisah dalam berbagai konferensi dan pertemuan tingkat tinggi internasional yang diadakan pada tahun 1990-an;
• merespon secara eksplisit tentang interdependensi antara pertumbuhan, upaya pembasmian kemiskinana dan perkembangan yang berkesinambungan;
• mengenali bahwa upaya perkembangan bergantung kepada pemerintahan yang demokratis, pengaturan oleh hukum, kehormatan pada hak azasi manusia, perdamaian dan keamanan hidup;
• mempunyai tenggat waktu dan target yang dapat diukur beserta dengan indikator dalam memantau kemajuan, dan;
• membawa dalam kebersamaan, sebagaimana terkandung pada Tujuan 8, tanggung jawab dalam memajukan Negara berkembang dengan Negara maju, dalam kerjasama global yang dituangkan dalam International Conference on Financing for Development di Monterrey, Mexico pada bulan Maret tahun 2002, and juga pada Johannesburg World Summit on Sustainable Development pada bulan Agustus tahun 2002.
Implementasi Tujuan Pembangunan Milenium
Pada tahun 2001, menanggapi permintaan dari para pemimpin dunia, Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa menghadirkan Perencanaan Menuju Pengimplementasian Deklarasi Milenium (“Road Map towards the Implementation of the United Nations Millenium Declaration”). Perencanaan tersebut merupakan ikhtisar yang terpadu dan komprehensif menguraikan berbagai strategi potensial dalam memenuhi tujuan dan komitmen dari Deklarasi Milenium.
Sejak itu, peta strategis tersebut telat menelurkan laporan tahunan. Isi laporan tahunan 2002 memfokuskan pada kemajuan dibuat dalam pencegahan konflik bersenjata dan pencegahan penyakit menular, termasuk HIV/AIDS dan Malaria. Laporan tahunan 2003 menekankan pada strategi perkembangan dan strategi perkembangan berkelanjutan. Tahun 2004 berfokus pada keterpisahan digital dan pengekangan kriminal antar Negara.
Pada tahun 2005, Sekretaris Jendral menyiapkan laporan terpadi berjangka lima tahun berisi kemajuan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium. Laporan ini meninjau ulang implementasi dari keputusan yang diambil dari hasil berbagai konferensi dan sesi khusus yang membahas negara-negara yang paling tidak berkembang, kemajuan dalam memerangi HIV/AIDS dan pendanaan untuk perkembang dan perkembangan yang berkelanjutan.
Tujuan 1: Mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan
Indikator
Tujuan 1a: Mengurangi hingga setengahnya Penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan ekstrim
• 1.1 Proporsi penduduk yang hidup di bawah $1 (PPP) per hari
• 1.2 Rasio kesenjangan tingkat kemiskinan
• 1.3 Porsi dari populasi dalam kategori 20% penduduk termiskin dalam konsumsi nasional
Target 1b: Mencapai ketenagakerjaan yang produktif dan pekerjaan layak merata, termasuk wanita dan usia muda
• 1.4 Tingkat pertumbuhan produk nasional bruto per orang
• 1.5 Rasio tingkat keperkerjaan penduduk
• 1.6 Proporsi penduduk yang bekerja dan berpenghasilan $1 (PPP) per hari
• 1.7 Proporsi tenaga kerja yang menghidupi diri sendiri dan yang menghidupi keluarga di dalam angka total penyerapan tenaga kerja
Target 1c: Mengurangi Jumlah penduduk yang menderita kelaparan hingga setengahnya
• 1.8 Jumlah balita dengan berat badan di bawah normal
• 1.9 Proporsi penduduk yang mengkonsumsi nilai gizi kalori di bawah standar minimum
Tujuan 2: Mencapai pendidikan dasar untuk semua
Indicators
Target 2a: Memastikan anak laki-laki dan perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar
• 2.1 Netto jumlah pendaftaran pendidikan dasar
• 2.2 Proporsi pelajar yang menyelesaikan pendidikan dari Kelas 1 hingga kelas akhir di pendidikan dasar
• 2.3 Tingkat kemampuan baca-tulis laki-laki dan perempuan usia 15-24 tahun
Tujuan 3: Memajukan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan
UNDP bekerja dengan dan berpihak kepada wanita dalam advokasi kebijakan, perkembangan kapasitas wanita dan mendukung rancangan kesetaraan gender dengan berkolaborasi dengan UNIFEM.
Indikator
Target 3a: Menghapus ketimpangan gender di tingkat pendidikan sekolah dasar dan menengah pada tahun 2005, dan pada semua tingkat pendidikan pada tahun 2015
• 3.1 Rasio anak laki-laki dengan anak perempuan yang mengenyam pendidikan tingkat dasar, menengah dan lanjut
• 3.2 Proporsi dari wanita sebagai pekerja upahan di sektor non-pertanian
• 3.3 Proporsi perwakilan wanita dalam parlemen nasional
Tujuan 4: Mengurangi tingkat kematian anak
Indikator
Target 4a: Mengurangi tingkat kematian anak usia 0-5 tahun hingga dua per tiga bagian
• 4.1 Angka kematian balita
• 4.2 Angka kematian bayi
• 4.3 Jumlah bayi usia satu tahun yang diimunisasi campa
Tujuan 5: Memperbaiki kualitas kesehatan ibu
Indikator
Target 5a: Mengurangi angka kematian ibu hingga 75%
• 5.1 Angka mortalitas ibu
• 5.2 Jumlah proses kelahiran yang ditangani oleh tenaga medis terlatih
• Target 5b: Menyediakan akses kepada kesehatan reproduksi secara merata
• 5.3 Tingkat penggunaan kontrasepsi
• 5.4 Tingkat kelahiran remaja
• 5.5 Jaminan perawatan pra-kelahiran (sekurang-kurangnya satu kunjungan and minimal empat kunjungan)
• 5.6 Kebutuhan yang belom terpenuhi dalam hal keluarga berencana
Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, malaria and penyakit menular lainnya
Indikator
Target 6a: Menghentikan dan mulai menurunkan kecenderungan penyebaran HIV/AIDS
• 6.1 Banyaknya penderita HIV berusia 15-24 tahun
• 6.2 Pengunaan kondom dalam aktivitas seksual resiko tinggi
• 6.3 Proporsi dari populasi usia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan tentang HIV/AIDS yang komprehensif dan tepat
• 6.4 Rasio kehadiran di sekolah antara yatim piatu dengan bukan-yatim piatu berusia 10-14 tahun
• Target 6b: Dicapainya akses perawatan secara merata dan universal bagi penderita HIV/AIDS pada tahun 2010
• 6.5 Proporsi dari populasi menderita infeksi HIV tingkat lanjut yang mempunyai akses kepada pengobatan antiretroviral
• Target 6c: Menghentikan dan menurunkan kecenderungan penyebaran malaria dan penyakit menular lainnya
• 6.6 Jumlah insiden dan angka kematian karena Malaria
• 6.7 Proporsi balita yang tidur menggunakan tirai ranjang yang sudah mengandung insektisida
• 6.8 Proporsi balita yang menderita demam dan dirawat dengan obat-obatan anti-malaria yang tepat
• 6.9 Jumlah insiden, eksistensi umum, angka kematian karena tuberkulosa
• 6.10 Proporsi penyakit tuberkulosis (TBC) yang terdeteksi dan terobat dibawah supervisi langsung perawatan jangka pendek
Tujuan 7: Memastikan kelestarian lingkungan
Indikator
Target 7a: Mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program Negara; serta mengembalikan sumber daya alam yang hilang
Target 7b: Mengurangi kadar hilangnya keragaman alam dan menurunkan tingginya kadar kehilangan tersebut secara signifikan pada tahun 2010
• 7.1 Proporsi dari dataran hutan
• 7.2 Total emisi CO2, per kapita dan per $1 GDP (PPP)
• 7.3 Konsumsi bahan perusak ozon
• 7.4 Proporsi dari jumlah ikan dalam batasan aman lingkup hayati
• 7.5 Proporsi dari sumber air yang digunakan
• 7.6 Proporsi dari daratan dan laut yang terlindungi
• 7.7 Proporsi dari spesies yang terancam punah
Target 7c: Mengurangi hingga setengahnya jumlah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasar
• 7.8 Proporsi dari populasi yang menggunakan sumber air minum berkualitas
• 7.9 Proporsi dari populasi yang menggunakan sarana sanitasi berkualitas
Target 7d: Tercapainya perbaikan yang berarti bagi kualitas hidup untuk sekurang-kurang 100 juta penduduk yang tinggal di daerah kumuh pada tahun 2020
• 7.10 Proporsi dari penduduk kota yang hidup di wilayah kumuh
Tujuan 8: Mengembangkan kemitraan untuk pembangunan
Indikator
Target 8a: Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif.
Termasuk komitmen kepada sistem pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab, pengembangan kesejahteraan dan pengurangan tingkat kemiskinan pada taraf nasional dan internasional.
Target 8b: Mengatasi persoalan khusus Negara-negara yang paling tertinggal.
Hal ini termasuk akses bebas tariff dan bebas kuota untuk produk eksport mereka, meningkatkan pembebasan utang untuk negara berutang besar, penghapusan utang bilateral resmi dan memberikan ODA yang lebih besar kepada Negara yang berkomitmen menghapuskan kemiskinan.
Target 8c: Mengatasi kebutuhan khusus di negara-negara daratan dan kepulauan kecil (melalui Rencana Pelaksanaan Pembangunan Berkesinambungan untuk Negara kepulauan kecil, dan hasil dari sesi khusus dari Rapat Umum ke-22)
Target 8d: Menangani hutang negara berkembang melalui upaya nasional maupun Internasional agar pengelolaan hutang berkesinambungan dalam jangka panjang.
Beberapa dari indikator dibawah ini dimonitor secara terpisah bagi Negara paling tertinggal, Afrika, Negara daratan dan Negara kepulauan kecil.
Pembiayaan pembangunan (Official Development Assistance, atau ODA)
• 8.1 Netto dari ODA, total dan untuk Negara paling tertinggal, sebaga persentasi dari pendapatan nasional bruto donor OECD/DAC.
• 8.2 Proporsi dari total bilateral, alokasi sektor dari donor OECD/DAC untuk pelayanan kesejateraan pokok (pendidikan dasar, perawatan kesehatan pokok, nutrisi, air bersih dan sanitasi).
• 8.3 Proporsi dari bantuan bilateral resmi tidak terikat yang diberikan oleh donor OECD/DAC.
• 8.4 ODA yang diterima oleh Negara daratan sebagai proporsi dari produk nasional bruto Negara tersebut.
• 8.5 ODA yang diterima oleh Negara kepulauan kecil sebagai proporsi dari pendapatan nasional bruto Negara tersebut.
• Akses pasar,
• 8.6 Proporsi dari total impor Negara maju (dalam nilai dan tidak termasuk barang senjata) dari negara berkembang dan paling tertinggal yang bebas bea cukai.
• 8.7 Tarif rata-rata yang dibebankan oleh Negara maju untuk produk pertanian, tekstil dan pakaian dari Negara berkembang.
• 8.8 Perkiraan bantuan di bidang pertanian sebagai persentasi dari produk nasional bruto.
• 8.9 Proporsi dari ODA yang tersedia untuk membantu pertumbuhan kapasitas perdagangan.
• Pengelolaan hutang.
• 8.10 Jumlah Negara yang telah melaksanakan butir keputusan dan memenuhi komitmen HIPC (secara kumulatif).
• 8.11 Keringanan hutang sebagai tertuang dalam inisiatif HIPC dan MDRI.
• 8.12 Pelayanan hutang sebagai persentasi dari barang dan jasa ekspor.
• Target 8e: Bekerjasama dengan Perusahaan Farmasi, memberikan akses untuk penyediaan obat-obatan penting dengan harga terjangkau di negara berkembang.
• 8.13 Proporsi dari populasi yang memiliki akses kepada obat-obatan esensial dengan harga terjangkau secara berkelanjutan.
• Target 8f: Bekerjasama dengan swasta untuk memanfaatkan teknologi baru, terutama di bidang informasi dan komunikasi.
• 8.14 Sambungan telepon per 100 penduduk.
• 8.15 Pelanggan selular per 100 penduduk.
• 8.16 Pengguna Interner per 100 penduduk.
Strategi untuk Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs)
UNDP mendukung strategi pembangunan nasional berbasis MDG
Sistem PBB membantu negara-negara meningkatkan kapasitas mereka untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Untuk mendukung usaha ini, UNDP dan Proyek Milenium telah merancang sebuah paket layanan yang komprehensif untuk mendukung strategi pembangunan nasional berbasis MDG. Layanan ini terfokus pada 3 pilar:
• Diagnosis dan perencanaan investasi berbasis MDG (bantuan teknis dan keuangan yang diperlukan untuk mencapai MDGs dalam jangka panjang)
• Memperluas pilihan kebijakan ( reformasi kebijakan sektoral dan lintas sektoral dan kerangka kerja yang dibutuhkan untuk mempercepat pemerataan pertumbuhan dan mempromosikan pengembangan daya manusia dalam jangka panjang); dan
• Memperkuat kapasitas nasional ( memungkinkan layanan efektif pada tingkat nasional dan lokal)
Proyek Milenium
Proyek Milennium dikomisikan oleh Sekjen PBB pada 2002, bertujuan untuk mengusulkan strategi terbaik untuk mencapai MDGs dan mengembangkan rencana kerja yang nyata agar dunia dapat membalikkan masalah kemiskinan, kelaparan, dan penyakit yang dihadapi oleh milyaran orang.
Dipimpin oleh Profesor Jeffrey Sachs, Proyek Milenium merupakan badan penasehat independen dan mempresentasikan rekomendasi akhirnya, Investasi bagi Pembangunan: Sebuah Rencana Praktis untuk Mencapai Tujuan Pembangunan Milenium kepada Sekretaris Jenderal pada January 2005.
Sebagian besar kinerja dari Proyek ini telah dilakukan oleh 10 divisi tematis dengan jumlah total lebih dari 250 ahli dari seluruh dunia yang meliputi: peneliti dan ilmuwan; pembuat kebijakan; perwakilan dari LSM, badan-badan PBB, bank dunia, IMF dan sektor swasta. Sejak pembentukannya, divisi-divisi tersebut telah melakukan penelitian ekstensif sesuai dengan bidang keahliannya untuk menghasilkan rekomendasi untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium. Kinerja yang berkelanjutan dari Proyek ini dipimpin oleh seorang sekretariat yang berkedudukan di markas UNDP di New York.
Kemitraan
Kemitraan sangat penting untuk kinerja UNDP dan untuk mencapai MDGs. MDG yang kedelapan, “Membangun kemitraan global untuk pembangunan,” secara eksplisit meminta kemitraan, yang penting pada semua tingkat - lokal, nasional dan global-untuk pencapaian tujuh MDG yang lain dan nilai-nilai dan tindakan yang ditetapkan oleh Deklarasi Milenium (Millenium Declaration).
Mitra UNDP mencakup pemerintah, badan-badan PBB lainnya, institusi keuangan internasional, badan-badan bilateral, sektor swasta dan masyarakat sipil. Lintas negara dan daerah, UNDP sebagai jaringan pengembangan global PBB menggunakan keberadaan globalnya untuk menyatukan mitra-mitra dari berbagai latar belakang untuk berbagi keahlian, memulai usaha bersama dan mengembangkan solusi jangka panjang.
Tahukah anda?
Proyek Milenium merekomendasikan perusahaan-perusahaan dan organisasi swasta untuk berperan aktif dalam perancanangan kebijakan, inisiatif transparansi dan, dimana sesuai, kemitraan public-swasta. [sumber: Proyek Milenium]
Tentang MDGs: Peran UNDP
Mengkoordinasikan upaya-upaya global dan nasional
MDGs menyediakan kerangka kerja bagi seluruh sistem PBB dalam bekerja sama menghasilkan tujuan bersama. Jaringan pembangunan global UNDP di 166 negara secara khusus diposisikan untuk membantu advokasi perubahan, menghubungkan negara-negara dengan pengetahuan dan sumber daya, dan mengkoordinasikan upaya-upaya yang lebih luas pada tingkat negara. Kinerja UNDP terhadap MDGs berpedoman kepada Strategi Utama PBB dalam MDGs dan terfokus kepada:
• Kampanye dan mobilisasi : Mendukung advokasi untuk MDGs dan bekerja dengan para mitra untuk memobilisasi komitmen dan kemampuan dari segmen masyarakat luas untuk membangun kepedulian tentang MDGs;
• Analisis: Melakukan riset dan berbagi strategi terbaik untuk mencapai MDGs dalam hal praktek inovatif, reformasi kebijakan dan institusi, sarana implementasi kebijakan dan evaluasi pilihan-pilihan pembiayaan;
• Pengawasan: Membantu negara-negara dalam melaporkan kemajuan menuju MDGs dan memantau perkembangannya;
• Aktivitas operasional: bantuan yang diarahkan oleh tujuan untuk mendukung pemerintah untuk menyesuaikan MDGs dengan keadaan dan tantangan lokal; mengalamatkan kendala utama untuk mencapai MDGs.
Tahukan anda?
93 negara, dengan 62% dari populasi dunia, tidak berada di jalur untuk mengurangi sampai dua pertiga angka kematian anak di bawah lima tahun pada tahun 2015
sumber : http://www.targetmdgs.org
Informasi lebih lanjut: http://www.undp.org/mdg
Sabtu, 09 April 2011
SURAT UNTUK ANAK KU....
Kala aku tua nanti,
Kuharap kau mengerti dan bersabar,
semisal kupecahkan piring atau menumpahkan makanan di meja
Krn penglihatanku tak lagi sempurnah
Ku harap kau tak memarahiku
Pun ketika pendengaranku semakin buruk
Dan aku tak dpt mendengar dgn jelas perkataanmu
Tolong jangan juluki aku "tuli"
Tapi ulangi perkataanmu atau tuliskan diatas kertas.
Maafkan aku nak, aku semakin tua
Ketika lututku melemah, kuharap kau sabar menolongku utk berdiri
Seperti aku menolongmu saat kau kecil dan belajar berjalan.
Bersabarlah denganku,
Ketika aku mengulang2 perkataanku seperti kaset rusak
Kuharap kau tetap mendengarkanku
Jangan mengolokku atau bosan mendengarkanku
Ingatkah kau kala kecil menginginkan sebuah balon?
Kau mengulang2 perkataanmu hingga akhirnya kau dapat apa yg kau inginkan.
Juga maafkan bauku yg seperti "org tua"
Kuharap aku tak membuatmu jijik
Ingatkan kau ketika kau kecil?
Aku kerap mengejarmu,hanya utk memaksa kau mandi.
Nak..kuharap kau bersabar menghadapiku dgn semua kerewelanku
Itu bagian perjalanan " menjadi tua"
Kau akan paham ketika masa tuamu pun tiba.
Dan ketika kau punya waktu luang
Kuharap kita dapat berbincang
Walau hanya utk beberapa saat
Aku sendirian setiap saat, tanpa teman berbagi rasa
Aku tau kau sibuk dengan pekerjaan dan duniamu
Namun ketika kau muak dengan cerita usangku,
Tolong kau luangkan waktumu untukku
Ingatkah ketika kau kecil,
aku dengarkan semua celotehmu tentang duniamu
Nak...ketika waktunya aku sakit dan terkulai tak berdaya
Semoga Allah berkahi engkau dengan kesabaran utk mengurusiku
Jelang masa2 terakhirku hidup didunia ini
Nak...ketika akhirnya kematian tiba menjemputku
Kuharap kau genggam tanganku
Dan Allah berikan kekuatan bagimu menghadapi kematianku
Ditulis oleh nina nurlena (majalah AULIA, no.8 thn viii, shafar 1432H, Februari 2011)
Kuharap kau mengerti dan bersabar,
semisal kupecahkan piring atau menumpahkan makanan di meja
Krn penglihatanku tak lagi sempurnah
Ku harap kau tak memarahiku
Pun ketika pendengaranku semakin buruk
Dan aku tak dpt mendengar dgn jelas perkataanmu
Tolong jangan juluki aku "tuli"
Tapi ulangi perkataanmu atau tuliskan diatas kertas.
Maafkan aku nak, aku semakin tua
Ketika lututku melemah, kuharap kau sabar menolongku utk berdiri
Seperti aku menolongmu saat kau kecil dan belajar berjalan.
Bersabarlah denganku,
Ketika aku mengulang2 perkataanku seperti kaset rusak
Kuharap kau tetap mendengarkanku
Jangan mengolokku atau bosan mendengarkanku
Ingatkah kau kala kecil menginginkan sebuah balon?
Kau mengulang2 perkataanmu hingga akhirnya kau dapat apa yg kau inginkan.
Juga maafkan bauku yg seperti "org tua"
Kuharap aku tak membuatmu jijik
Ingatkan kau ketika kau kecil?
Aku kerap mengejarmu,hanya utk memaksa kau mandi.
Nak..kuharap kau bersabar menghadapiku dgn semua kerewelanku
Itu bagian perjalanan " menjadi tua"
Kau akan paham ketika masa tuamu pun tiba.
Dan ketika kau punya waktu luang
Kuharap kita dapat berbincang
Walau hanya utk beberapa saat
Aku sendirian setiap saat, tanpa teman berbagi rasa
Aku tau kau sibuk dengan pekerjaan dan duniamu
Namun ketika kau muak dengan cerita usangku,
Tolong kau luangkan waktumu untukku
Ingatkah ketika kau kecil,
aku dengarkan semua celotehmu tentang duniamu
Nak...ketika waktunya aku sakit dan terkulai tak berdaya
Semoga Allah berkahi engkau dengan kesabaran utk mengurusiku
Jelang masa2 terakhirku hidup didunia ini
Nak...ketika akhirnya kematian tiba menjemputku
Kuharap kau genggam tanganku
Dan Allah berikan kekuatan bagimu menghadapi kematianku
Ditulis oleh nina nurlena (majalah AULIA, no.8 thn viii, shafar 1432H, Februari 2011)
Langganan:
Postingan (Atom)