Senin, 11 Oktober 2010

@*Perempuan Indonesia Masih Tertinggal Dalam Mengatasi Diskriminasi*

MenegPP: Perempuan Indonesia Masih Tertinggal Dalam Mengatasi Diskriminasi


Belum banyak diketahui orang bahwa Kartini turut mengambil peran dalam penulisan buku pertama tentang batik yang ditulis orang Belanda dalam bahasa Belanda, De Batikkuns in Nederlands-Indie en Haar Geschiedens (Kesenian Batik di Hindia Belanda dan Sejarahnya). Kartini bukan hanya mengirimkan contoh-contoh koleksi batiknya tetapi mengirimkan pula karangan yang urut, lengkap, jelas, disertai gambar-gambar lukisannya sendiri tentang tata cara pembatikan dalam bahasa Belanda yang rapih. Tulisan Kartini ini, berikut gambar kain-kain batik dan peralatan pembatikan, menjadi bagian penting dalam bab pertama buku ini.
Masih banyak yang memandang bahwa kedudukan perempuan yang paling tepat sesuai “kodratnya” adalah menjadi istri bagi suaminya dan ibu bagi anak-anaknya. Perempuan dianggap tidak perlu berpendidikan tinggi, mengembangkan minat dan dirinya, terutama ke wilayah publik, cukup di wilayah domestiknya saja, dalam rumah tangga, ortodoksi ini ditentang Kartini. Padahal kodrat yang dikhususkan oleh Tuhan bagi kaum perempuan adalah haid, hamil dan menyusui. Di luar dari itu, tidak ada perbedaan wilayah minat dan peran antara kaum laki-laki dan perempuan.
Masih Memprihatinkan
Saat ini kita dapat sedikit berbesar hati bahwa cita-cita Kartini untuk meningkatkan pendidikan perempuan sudah cukup berhasil. Bahkan dalam pencapaian prestasi di sekolah, murid yang menduduki peringkat 10 besar, lebih dari 60 persen adalah murid perempuan. Hanya yang menyedihkan dalam dunia kerja, meskipun dengan prestasi yang baik perempuan sangat sulit untuk mendapat kenaikan jabatan, apalagi untuk mencapai kedudukan pimpinan. Masih banyak perempuan yang terkungkung hambatan (unfreedom), terhalang bersekolah karena dikalahkan prioritasnya oleh saudara laki-lakinya karena keterbatasan dana, terutama di desa-desa. Meskipun secara umum, perempuan Indonesia tidak lagi mendapat halangan yang berarti memasuki sekolah setinggi-tingginya. Akan tetapi bila kita melihat cita-cita Kartini di bidang lain seperti bidang perekonomian masyarakat, kebudayaan, dan kebebasan berprestasi, keadaannya masih memprihatinkan. Nasib perempuan masih akan buruk bila perekonomian nasional belum segera tumbuh berkembang, pengangguran yang belum sepenuhnya teratasi menjadi sumber nasib buruk bagi TKW-TKW kita.
Marilah kita semua kembali merenungkan cita-cita Kartini dari perspektif yang lebih luas, Kartini bukan hanya sebagai seorang tokoh emansipasi perempuan, akan tetapi juga sebagai pelopor dari kemajuan kesenian, industri masyarakat, kesejahteraan petani, juga tokoh politik yang memperjuangkan kemerdekaan kaumnya.
Surat-surat Kartini dalam Habis Gelap Terbitlah Terang laksana sumur dipenuhi gagasan-gagasan progresif yang menjangkau masa depan. Bahkan, seperti saya katakan tepat satu tahun yang lalu di harian Suara Pembaruan ini, gagasan-gagasan Kartini ini menjadi mendunia. Hampir satu abad setelah Kartini wafat, di Beijing diadakan Konferensi Dunia mengenai perempuan pada tahun 1995, mendeklarasikan Beijing Platform for Action (BPFA). Indonesia ikut dalam pendeklarasian ini, dengan bekal nilai-nilai perjuangan progresif Kartini.
Mari kita sosialisasikan BPFA yang meliputi 12 area kritis, berikut program aksinya, meliputi: (1) Perempuan dan Kemiskinan; (2) Perempuan dan Ekonomi; (3) Perempuan, Pendidikan dan Pelatihan; (4) Perempuan dan Kesehatan; (5) Kekerasan terhadap Perempuan; (6) Perempuan dan Konflik Bersenjata; (7) Perempuan dalam Kekuasaan dan Posisi Pengambil Keputusan; (8) Mekanisme Kelembagaan untuk Kemajuan Perempuan; (9) Hak Asasi Manusia, Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi; (10) Perempuan dan Media; (11) Perempuan dan Lingkungan; (12) Anak Perempuan. Perempuan sedunia tiap tahun berkumpul di Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York, untuk melaporkan kemajuan pelaksanaan BPFA di masing-masing negara, saling tukar-menukar pengalaman dan menggalang kerjasama multilateral ataupun bilateral.
Menyambut Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-100 kita perlu pula melihat, apa yang telah dilakukan oleh kaum perempuan Indonesia di berbagai bidang dalam kurun waktu antara 1908-2008. Kita temukan gagasan-gagasan RA Kartini yang mendukung kiprah sebagai perempuan pada awal abad ke-20. Perempuan Indonesia masih tertinggal dalam mengatasi berbagai bentuk diskriminasi dan penindasan. Inilah tugas kita merealisasi cita- cita Kartini. Perempuan harus segera menikmati kesetaraan dan keadilan gender untuk menjadi agent of progress, menggerakkan, mengisi dan menikmati pembangunan nasional.
Selamat Hari Kartini.
Penulis adalah Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
Sumber: Suara Pembaruan, 21 April 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar